Nomor
2, 1 Mei 2013
Mengapa
Kita ke Gereja? / Holy
Mengikuti
misa kudus setiap hari Minggu menjadi perintah kedua dari Lima Perintah Gereja
yang bunyinya: Ikutilah perayaan Ekaristi pada hari Minggu dan hari raya yang
diwajibkan. Sadar atau tidak akan perintah tersebut hampir setiap keluarga
Katolik pergi ke gereja pada hari Minggu, bahkan kehadiran bersama keluarga
menjadi sebuah prioritas. Ada semacam kepuasan tersendiri dapat membawa
anak-anak mengikuti perjamuan Ekaristi Kudus. Namun apakah keutamaan itu masih
tetap dimiliki oleh semua orang zaman modern ini? Apakah mengikuti misa kudus
dirasakan sebagai rahmat yang memberi kesegaran bagi rohani?
Reporter
Media Kunci, Holy, mewawancarai tiga orang yang boleh dikata mewakili tiga
generasi, yaitu generasi kakek, generasi ortu, dan generasi muda. Pertanyaan
yang diajukan adalah, Apa yang dimaksud Hidup Menggereja apa pula Gereja,
Mengapa kita perlu ke Gereja dan hidup menggereja, Kapan mengikuti misa di
Gereja, Dimana Anda biasa ke Gereja, dan Bagaimana perasaan Anda sesudah ke
Gereja? Berikut ini hasilnya.
Menurut Pak
Rick Sunarto, hidup menggereja adalah upaya memuliakan Allah dan hidup
bersama dengan umat seiman. Gereja, menurut sesepuh warga Lingkungan Ketileng-2
ini adalah kumpulan Umat Allah yg percaya Yesus. Orang pergi ke Gereja dan
hidup menggereja karena kerinduan bertemu Allah untuk memuliakan NamaNya. Orang
datang ke Gereja karena ingin melepaskan kerinduan akan Yesus Kristus. Apakah
keinginan tersebut selalu terpenuhi? Secara jujur Pak Rick mengakui pada saat
misa terkadang tidak konsen. Walau begitu dengan mendengarkan Sabda Tuhan dan
menerima Tubuh Kristus beliau merasakan seakan mendapat bekal untuk
menjalankan hidup sehari-hari.
Seperti
yang dirasakan oleh Pak Rick, Bu Retno Handayani, warga Lingkungan
Graha Samba (Sambiroto Baru) mengatakan, Gereja adalah Suatu komunitas yang
terdiri dari orang-orang yang ingin memuliakan Nama Yesus. Pergi ke Gereja
setiap Minggu merupakan suatu kebutuhan. Ke Gereja dan hidup menggereja itu
adalah kebutuhan karena manusia lahir untuk memuliakan Nama Tuhan.
Bu Retno,
panggilan akrabnya, selalu datang ke Gereja bersama keluarga setiap hari Minggu
pagi, seperti Perintah Tuhan yaitu” Muliakanlah hari Sabat”. Hanya saja tidak
selalu ke Gereja Santo Petrus Sambiroto. Terkadang ke Gereja Santo Paulus,
Mater Dei atau Atmodirono. Perasaan sesudah mengikuti misa kudus hati lebih tentram,
penuh sukacita bersama keluarga karena merasakan berkat Tuhan.
Herman
Yosef,
OMK dari Lingkungan Ketileng 2 mengatakan bahwa hidup menggereja itu bukan
semata-mata datang ke Gereja setiap hari Minggu melainkan bagaimana kita bisa
hidup untuk mengimani Yesus dalam hi-dup sehari-hari, salah satunya mengikuti
acara yang non liturgi dengan cara berbuat baik dan mengasihi se- sama. Gereja
menurut dia adalah sarana untuk berdoa dan berkomunikasi dengan Tuhan.
Kebutuhan untuk ke Gereja dan hidup menggereja itu sebagai wujud rasa syukur,
bukan kewajiban. Herman datang ke Gereja seminggu sekali kadang hari Sabtu
kadang Minggu, kadang pergi sendiri kadang dengan pacar- nya. Dia tidak selalu
datang ke Gereja Santo Petrus Sambiroto. Kadang ke Gereja Santo yusup Gedangan.
Perasaan yang dialami oleh Herman setelah ikut misa adalah mendapat penyegaran
iman. **
BUKAN KARENA KITA MAMPU TETAPI KARENA MAU
Pelatihan dan sosialisasi Pendam-pingan Keluarga
diselenggarakan di Gereja St.Petrus Sambiroto pada Minggu 21/4/2013. Kegiatan
yang mengusung tema “Makna dan Pe-ngelolaan Tim Pendampingan Keluarga Paroki
(TPKP)” diikuti oleh 37 peserta pasutri mewakili beberapa lingkungan.
Dalam Pembukaan, Romo FX. Agus Suryana Gunadi Pr
menyampaikan bahwa tim yang hadir ini bukan untuk keluarga bermasalah, melainkan
menempatkan diri sebagai teman pendamping dalam peziarahan. Memang diakui
ataupun tidak bahwa setiap keluarga mempunyai masalah, bahkan menjadi imampun
juga mempunyai masalah. Oleh sebab itu tim ini hadir karena terpanggil untuk
menjadi teman dan pasangan, untuk saling membuka hati dan menjadi sahabat bagi
keluarga-keluarga Katolik di lingkungan masing-masing.
Romo Agus menegaskan bahwa yang hadir dalam kegiatan
ini adalah orang-orang yang tergerak, terpilih dan terpanggil, bukan karena
mampu, tetapi karena mau. Ke depan tim ini yakin dapat berkembang dan berbuah
serta menjadi bagian dari pewarta kasih seperti Keluarga Kudus di Nazareth.
Materi dasar Pelatihan dan sosialisasi Pendam-pingan
Keluarga tersebut meliputi: Prinsip-prinsip Dasar Tim Pendampingan Keluarga
Paroki, Ruang Lingkup dan Metode, serta Fokus Perhatian.
Tujuan sosialisasi TPKP untuk mewujudkan tercapainya
kesejahteraan keluarga yang meliputi fisik, mental, sosial, moral dan spiritual
dalam pengertian yang luas, yang ditandai dengan penuh syukur setiap saat. Juga
berkembangnya iman, pemahaman panggilan, pengalaman iman, pewartaan, kesaksian
dan persaudaraan.
Umat beriman dalam pernikahan Katolik seharusnya
menjadi penyelenggara ilahi, penuh rahmat dan berkat dalam perjalanan keluarga.
Dan Tim Pendampingan Keluarga Paroki menjadi bagian dari peran awam untuk
menjadikan keluarga Katolik di Paroki St. Petrus Sambiroto sesuai dengan
teladan Yesus Kristus (Ecclesia Domistica).
Penanggungjawab TPKP adalah Pastur Paroki, dalam
pelaksanaannya peran awam sangat di-butuhkan melalui Tim Kerja TPKP yang bekerjasama
dengan ME, CFC, Choice, Pro Life dan lain-lain.
Penyelenggaraan sosialisasi di Paroki Santo Petrus
Sambiroto dipandegani oleh Bapak Petrus Sunarno dan materi disampaikan oleh
Bapak Sarjono. Kegiatan ini merupakan tahap I, sedangkan tahap II akan
diselenggarakan pada minggu ketiga bulan Mei 2003.
Peran serta umat sangat diharapkan. Berkah Dalem !!
** [Juang S]
DIAS INGIN JADI PASTUR !
Kunci – St. Petrus Sambiroto (21/4)
Misa Minggu pagi di Paroki St. Petrus
Sambiroto diwarnai suasana riang. Sebanyak 15 lagu liturgi dinyanyikan dalam
misa tersebut secara kompak oleh kelompok koor siswa SD Kanisius Lamper Tengah
Semarang.
Misa Minggu Paskah IV (tahun C dalam
kalender Gereja) ini juga bertepatan dengan hari panggilan. Dalam homilinya
Romo FX. Agus Suryana Gunadi Pr bertanya kepada umat apakah berkenan dan rela
kalau anaknya menjadi romo, suster, bruder dan hidup membiara. Sebagian umat
menyambut sapaan tersebut dengan senyum sipu.
Kita diingatkan bahwa setiap orang punya
panggilan masing-masing yang harus dimaknai dan dihidupi. Roh panggilan itu
menyala setiap saat. Banyak di antara kita kawatir kalau anaknya menjalani
hi-dup membiara di masa tuanya nanti akan ditinggalkan oleh anaknya. Apalagi
tidak mungkin memberikan cucu. Kekawatiran tersebut seharusnya tidak perlu
dirisaukan. Mengapa?
Dari pengalaman pribadi Romo Agus justru
pada saat ibu-bapak memasuki usia senja tetap ada waktu untuk sekedar
menjenguk. Orangtua merasa juga bangga, setidaknya pada saat ulang tahun,
pemberkatan rumah, peringatan hari istimewa dengan misa kudus dan putranya
sendiri yang memimpin misa tersebut.
Romo Agus juga menyapa para siswa yang
sedang bertugas. Sapaan apa kabar dijawab spontan oleh sebanyak 56 siswa dengan
seruan: luar biasa! Ke-56 siswa yang terbagi dalam dua kelompok, ya-itu
petugas koor 31 anak dan 25 petugas memainkan musik. Mereka tergabung di dalam
ensamble (baca: angsambel) Musik SD Kanisius. Sekolah ini bertempat di
Jl. Ngemplak Buntu Rt.01-RW.IX Tandang Tembalang Semarang. Ensamble musik
ini dilatih oleh Bapak Andi. Ensamble musik ini juga menjadi bagian dari
pelayanan Tuhan baik untuk misa di gereja, acara intern sekolah, serta sarana
promosi.
Ada yang menarik dari misa kali ini.
Romo Agus melempar pertanyaan, apakah ada yang mau jadi Romo, suster atau
Bruder. Salah satu yang menjawab ‘ya,’ Marcelino Prima Diasta (Dias)
dipersilahkan maju ke altar. Siswa kelas VI ini saat ditanya mengapa ingin
menjadi Romo, menjawab dengan jawaban khas anak: Ingin mengabdi pada Hosti
dan memberkati anak-anak!!
Hadirnya roh panggilan itu juga
disuarakan oleh Dion putra altar yang saat ini kelas 8 (SMP). Dua suster yang
hadir pada misa pagi itu melengkapi kesaksian hari itu melalui cerita suka cita
membiara, dan memberikan gambaran utuh tentang makna menghidupi panggilan
membiara.
Nah, tugas kita sekarang adalah merawat dan menghidupi roh panggilan
yang sudah tinggal di antara kita. Demikian Romo Agus menutup homili pagi itu.
Untuk Dias dan Dion kami umat Paroki St.
Petrus Sambiroto menggalang doa sepanjang masa untuk mewujudkan panggilanmu.
Salam kami.** [Juang]
Nomor
3, 15 Mei 2013
Doa
Rosario di Keluarga Kita / Holy
Rosario
adalah doa kesetiaan. Doa yang “hanya” terdiri dari Kredo, Kemuliaan, Bapa Kami
dan Salam Maria dan diselingi dengan peristiwa-peristiwa gembira-sedih-mulia-terang
ini merupakan doa andalan orang Katolik.
Berdoa
rosario menjadi “asyik” ketika hati damai, pikiran fokus. Doa Salam Maria yang
diulang-ulang, menjadikan hati makin damai. Kita menjadi sangat dekat dengan
Bunda Maria, seolah-olah dia berada di hadapan kita dan mengulurkan tangan
kasihnya, dengan senyum menyambut doa-doa yang kita lantunkan dan berjanji
membawanya ke hadapan Puteranya Yesus. Namun doa yang begitu indah ini
menjadi membosankan bila keadaan hati
dan pikiran kita sedang terpecah-pecah, tidak fokus.
Apakah
kebiasaan berdoa rosario di dalam keluarga kita masih berlangsung sampai
sekarang? Jangan-jangan doa yang “panjang” ini hanya menjadi milik generasi tua
angkatan 50-an dan cenderung dilupakan oleh generasi muda. Atau bahkan jangan-jangan
generasi tua pun sudah tidak melakukan?
Reporter
KUNCI, Holy, mencoba menanyakan ke sejumlah umat yang mewakili OMK dan generasi tua. Hasilnya pastilah bukan
potret kenyataan di dalam umat kita, tetapi setidaknya kita bisa bercermin dari
pendapat para narasumber, lalu menanyakan pada diri sendiri dan keluarga
masing-masing tentang kebiasaan doa khususnya doa rosario.
Kornelia Paskatria Cahyani, OMK Lingkungan
Inatius Klipang 2 percaya bawa kegiatan doa mendekatkannya dengan Tuhan. Doa,
terutama doa rosario memberi ketenangan dan kekuatan untuk menjalankan
aktivitas sehari-hari. Kebetulan di rumahnya selalu mendapat giliran menerima
doa rosario lingkungan tiap Senin. Mengaku tidak dapat melakukannya dengan
rutin karena kesibukannya, maka doa rosario pribadi dilakukan pada malam hari.
Elizabeth Paramita, OMK dari Lingkungan
Santa Emilia Kinijaya ini memiliki kebiasaan doa pagi, doa pribadi, hari untuk
mengawali aktivitas. Tentu dengan doa dia berharap memiliki kekuatan dan
memperoleh keselamatan dalam beraktivitas. Dan kebiasaan berdoa rosario dia
jalankan bukan hanya di rumah, tetapi juga di dalam perjalanan dan di kantor
karena setelah berdoa rosario ada perasaan sukacita. Dia merasakan kelegaan.
Dia mengaku melakukan secara rutin doa harian, rosario, bahkan doa novena
setiap bulan.
Elisabet Listiani, sesepuh umat
Lingkungan St. Fransiskus Xaverius Ketileng 2 mengaku rutin melakukan kegiatan
doa pribadi. Dia memilih melakukannya secara pribadi dengan alasan lebih fokus
dan khusuk. Mengaku doa rosario jarang dilakukan di rumah, tetapi secara rtin
menetapkan doa harian setiap pk 20.00 dengan alasan mengambil waktu senggang
setelah seharian bekerja. Doa rosario yang masih tetap sering dilakukan itu
dipilih tempat di rumah dan bukan di Gua Maria. Teralu ramai sehingga tidak
konsen.
Lorensia Winda Marlysa, OMK Lingkungan
Santo Aloysius Klipang 3 ini mengaku dengan berdoa dan berziarah Tuhan selalu
hadir di dalam hati dan memberikan ketenangan hidup. Doa rosario dilaku-kan
dalam kegiatan rosario lingkungan dan ber-sama tema-teman. Dia percaya, di
manapun Tuhan itu ada. Maka kegiatan doa dia lakukan di manapun. Yang penting
harus benar-benar tulus.**
Nomor 4, 1
Juni 2013
Di
salah satu kelas di SD Kebondalem-2, Romo Bernardinus Rusmanto, Pr memberikan
kursus singkat kepada calon lektor gereja kita. Romo Rusmanto ditemani oleh 5
orang anggota pendamping lektor. Kegiatan yang diprakarsai oleh Pak M. Sukarjo dan Ibu
Estining ini direncanakan diselenggarakan empat kali. Sebagai narasumber
pertemuan kedua Pak Hari Pawarto. Pertemuan ketiga, pada Minggu 2/6/2013
mendatang semua calon lektor diarahkan untuk praktek di mimbar gereja, dan
pertemuan keempat pada tanggal Minggu 9/6/2013 untuk evaluasi. Latihan khusus
bagi petugas Sabtu dan Minggu akan dilakukan pada Kamis malam sebelum hari
bertugas. Pertemuan umum akan diselenggarakan setiap dua bulan sekali.
Di
sayap kanan gedung gereja sekelompok kelas 4 SD itu baru saja menyelesaikan
wulangan komuni pertama. Tampak Pak Berdi berada di tengah mereka. Suasana
ceria. Ada 62 orang anak yang akan menerima komuni pertama pada misa pagi hari
Minggu, 2/6/2013. Jumlah tersebut diharapkan dapat utuh sampai pada saat
penerimaan, yaitu di Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus, Minggu 2/6/2013. Sebab
jika kegiatan wajib pada saat persiapan ada yang tidak diikuti calon mendapat
sanksi berupa penundaan Penerimaan komuni untuk periode berikut. Kegiatan wajib
itu meliputi: Pembekalan bagi orangtua calon (Jumat 24/5/2013), Rekoleksi
anak-anak (Minggu 26/5/2013), Ibadat Tobat dan Pengakuan Dosa (Senin
27/5/2013), dan Gladi Bersih anak dan orangtua calon (Kamis 30/5/2013)
Sementara
anak-anak mengikuti wulangan, para orangtua yang tergabung dalam Panitia
Persiapan Penerimaan Komuni Pertama mengadakan pertemuan di dalam ruang gereja
beberapa saat usai misa kudus minggu pagi itu. Beberapa persiapan, mulai
rangkaian acara, kebutuhan sarana prasarana, besaran biaya sampai pada model
pembiayaan termasuk yang mereka bicarakan, sehingga ketika hampir semua
altifitas lain sudah selesai, peserta rapat ini masih tampak serius.
Di
ruang rapat gedung paroki pelajaran persiapan babtisan dewasa sedang
berlangsung. Cukup menarik mendengarkan dialog iman antar peserta dengan
pendamping hari itu adalah Ibu Hary Putranti. Menurut catatan ada 7 orang calon
baptis yang sedang dipersiapkan oleh tim pendamping.
Di
panti koor tampak anggota Putra-Putri Altar sedang berlatih koor untuk menyiapkan tugas
pada Misa kudus Penerimaan Komuni Pertama. Mereka kelihatan gembira saat
mengikuti latihan, pertanda antusiasme yang besar dalam menjalankan tugasnya.
Sementara
itu di pelataran dan juga tersebar di bangku-bangku gereja para orangtua yang
menunggui anak-anak mereka beraktifitas di gereja tampak menikmati suasana.
Sambil menunggu mereka dapat bertemu dan ber-komunikasi dengan umat lain.
Kepada mereka ini kita patut mengacungkan jempol dan rasa gembira karena
kesetiaan mereka dan besarnya rasa tanggung jawab kepada proses perkembangan
iman anak-anak mereka. Sadar atau tidak mereka sedang menggenapi janji
perkawinan: “Menjadi Orangtua yang baik bagi anak-anak yang dipercayakan
Tuhan dan mendidik mereka menjadi orang Katolik Sejati.”
Datanglah ke Gereja!
Mbak
Caecil, petugas Sekretariat Gereja Santo Petrus Sambiroto dibuat sibuk mengatur
tempat agar semua kegiatan gereja dapat berlangsung lancar. Berbagai pertanyaan
tertuju kepadanya. Ada yang menanyakan di mana rapat ini atau rapat itu
berlangsung. Kemudian menyusul beberapa
orang datang dalam urusan rencana pernikahan. Semua itu berlangsung pada hari
Minggu, hari ceria, karena Sekretariat Paroki Santo Petrus Sambiroto memang
membuka pelayanan hari Minggu (hari Kamis Sekretariat TUTUP). Pagi itu semua
orang pun menjalankan peran dan tugas masing-masing dengan penuh suka cita.
Melihat
kemeriahan itu kita pantas menyambut dengan penuh kegembiraan. Maka datanglah
sesekali ke gereja sesudah misa kudus Hari Minggu, niscaya Anda menyaksikan
kehidupan, kemeriahan, aktifitas yang semarak di lokasi gereja kita. **
[wiranto]
Peran
Umat Katolik dalam Pemilukada Jawa Tengah
Kunci
– Gereja St. Minggu 26/5/2013 sebuah surat kabar memuat berita tentang
penggunaan foto Uskup untuk keperluan kampanye pada Rabo 22/5/2013. Foto Uskup Agung Mgr J
Puja-sumarta itu terpampang pada beberapa baliho pasangan cagub Hadi Prabowo
bersama sejumlah tokoh agama. Karena aturan gereja melarang hal tersebut, maka
Uskup merasa keberatan. Bapa Uskup sangat berhati-hati dengan pencitraan yang
melibatkan pihak lain seperti itu.
Dalam
peran yang lain, sejumlah umat Katolik cukup aktif melibatkan diri dan berperan
dalam melayani sesama pada kegiatan Pilkada Cagub-Cawagub yang bertugas
menjadi petugas Panitia Pemungutan Suara (PPS). Kesediaan untuk ajur-ajer
umat Katolik pada perhelatan tersebut sangat dibutuhkan untuk mengawal pesta
demokrasi tingkat provinsi kali ini.
Mengapa
demikian? Mungkin sekali kebiasaan tertib yang dibentuk oleh liturgi Gereja
dengan pameo bahwa “Jam Gereja” tidak dapat ditawar-tawar lagi sudah menjadi
bagian kehidupan kita sehari-hari. Kesadaran untuk bermasyarakat dengan baik juga disikapi sebagai bagian
perwujudan iman kristiani. Sikap inilah yang sering dipandang oleh umat lain di
sekeliling tempat tinggal umat Katolik.
Kita
sudah terbiasa melakukan budaya mengantre pada saat kita menerima komuni dan
kebiasaan untuk berdiskusi, rapat, dengan program yang jelas dan jujur sehingga
kebiasaan ini terpancar dalam kehidupan kita di masyarakat. (memang masih ada
juga yang belum seperti itu!)
Di
TPS-10 di Kelurahan Mangunharjo, yang melayani dua RT masing-masing RT01 dan
RT02 dengan jumlah pemilih 198 orang (tetapi yang hadir hanya 104 orang),
dilayani oleh 6 orang petugas PPS dan 2 orang linmas. Yang menarik adalah dari
ke delapan orang tersebut lima orang adalah umat Katolik, satu umat Kriten dan
dua muslim. Masing masing KPPS Yosep, Anggota YB. Srijono, MS. Sri Asih Bakri
Wibawati, Petrus Yuli Haryanto dan Stefanus Agung. Dalam melaksanakan tugas
tersebut tiga orang menjadi saksi yang bertugas memantau masing-masing kandidat
Cagub dan Cawagub.
Tugas
mereka tidak saja pada saat pemungutan suara melainkan diawali dari proses
koordinasi dengan pihak pemerintah setempat dalam hal ini pihak kelurahan
dengan mengikuti bimbingan teknis (bintek), analisis data, pem-bagian undangan
sampai dengan pelaksanaan pemungutan suara, pengisian data dan pelaporan. Semua
yang telah dilakukan oleh tim mengikuti aturan dan ketentuan yang ada. Tentu
saja hal di atas tidaklah tugas ringan. Kita ber-syukur bahwa saudara kita
mendapat kepercaya-an. Iman dan tanggungjawab diuji di hadapan Tuhan dan
masyarakat secara langsung.
Sebagai
masyarakat Jawa Tengah kita cukup bangga dengan peran serta umat Katolik dalam
gelar pesta demokrasi kali ini, selamat untuk umat Katolik yang terlibat pada
pesta demokrasi dan selamat untuk pemimpin Jawa Tengah yang baru. ** [A. Juang Saksono]
No.
5, 15 Juni 2013
Dewasa
adalah kondisi kepribadian. Jadi sama sekali tidak ada hubungannya dengan usia.
Demikian psikolog Probowatie Tjondronegoro (dalam ElisabethNews No. 009
Tahun II April-Mei 2013 hal 26) mengatakan. Ciri-ciri kepribadian dewasa
menurut dia adalah: Bisa membedakan benar dan salah secara obyektif. Pribadi
yang dewasa juga tahu perbedaan benar dan baik, jahat dan salah, kemudian lebih
mendahulukan logika daripada emosi, memiliki empati yang relatif tinggi dan
karenanya cenderung aktif membantu orang lain yang membutuhkan, memiliki
kemampuan toleransi yang tinggi, dan berbicara berdasarkan fakta bukan
keyakinan semata.
Reporter
KUNCI, Holy, dengan bekal kegigihannya berhasil mewawancarai beberapa rekan
OMK. Ada empat aspek sederhana yang dia tanyakan yaitu, 1) Bagaimana mengatasi
perbedaan pendapat, 2) Pernahkan bertengkar, apa penyebabnya, dan bagaimana
menyelesaikan? 3) Di tengah perbedaan pendapat tersebut apakah pernah sampai
terjadi main pukul? Dan 4) Untuk urusan kedewasaan berpikir, siapa yang menjadi
acuan atau sosok yang pantas ditiru? Berikut pendapat mereka.
penasaran dengan REPORTASE kunci lainnya bisa Download Disini atau Download disini atau APALAGI DOWNLOAD DISINI JUGA BISA