Minggu, 15 September 2013

REPORTASE

Nomor 2, 1 Mei 2013

Mengapa Kita ke Gereja? / Holy
Mengikuti misa kudus setiap hari Minggu menjadi perintah kedua dari Lima Perintah Gereja yang bunyinya: Ikutilah perayaan Ekaristi pada hari Minggu dan hari raya yang diwajibkan. Sadar atau tidak akan perintah tersebut hampir setiap keluarga Katolik pergi ke gereja pada hari Minggu, bahkan kehadiran bersama keluarga menjadi sebuah priori­tas. Ada semacam kepuasan tersendiri dapat membawa anak-anak mengikuti perjamuan Ekaristi Kudus. Namun apakah keutamaan itu masih tetap dimiliki oleh semua orang zaman modern ini? Apakah mengikuti misa kudus dirasakan sebagai rahmat yang mem­beri kesegaran bagi rohani?
Reporter Media Kunci, Holy, mewawancarai tiga orang yang boleh dikata mewakili tiga generasi, yaitu generasi kakek, generasi ortu, dan generasi muda. Pertanyaan yang diajukan adalah, Apa yang dimaksud Hidup Menggereja apa pula Gereja, Mengapa kita perlu ke Gereja dan hidup menggereja, Kapan mengi­kuti misa di Gereja, Dimana Anda biasa ke Gereja, dan Bagaimana perasaan Anda sesudah ke Gereja? Berikut ini hasilnya.

Menurut Pak Rick Sunarto, hidup menggere­ja adalah upaya memuliakan Allah dan hidup bersama dengan umat seiman. Gereja, menurut sesepuh warga Lingkungan Ketileng-2 ini adalah kumpulan Umat Allah yg percaya Yesus. Orang pergi ke Gereja dan hidup menggereja karena kerinduan bertemu Allah untuk memuliakan NamaNya. Orang datang ke Gereja karena ingin melepaskan kerinduan akan Yesus Kristus. Apakah keinginan tersebut selalu terpenuhi? Secara jujur Pak Rick mengakui pada saat misa terkadang tidak konsen. Walau begitu dengan mendengarkan Sabda Tuhan dan menerima Tu­buh Kristus beliau merasakan seakan mendapat bekal untuk menjalankan hidup sehari-hari.
Seperti yang dirasakan oleh Pak Rick, Bu Ret­no Handayani, warga Lingkungan Graha Sam­ba (Sambiroto Baru) mengatakan, Gereja adalah Suatu komunitas yang terdiri dari orang-orang yang ingin memuliakan Nama Yesus. Pergi ke Ge­reja setiap Minggu merupakan suatu kebutuhan. Ke Gereja dan hidup menggereja itu adalah ke­butuhan karena manusia lahir untuk memuliakan Nama Tuhan.
Bu Retno, panggilan akrabnya, selalu datang ke Gereja bersama keluarga setiap hari Minggu pagi, seperti Perintah Tuhan yaitu” Muliakanlah hari Sabat”. Hanya saja tidak selalu ke Gereja Santo Petrus Sambiroto. Terkadang ke Gereja Santo Paulus, Mater Dei atau Atmodirono. Perasaan sesudah mengikuti misa kudus hati lebih ten­tram, penuh sukacita bersama keluarga karena merasakan berkat Tuhan.
Herman Yosef, OMK dari Lingkungan Ketileng 2 mengatakan bahwa hidup meng­gereja itu bukan semata-mata datang ke Gereja setiap hari Minggu melainkan bagaimana kita bisa hidup untuk mengimani Yesus dalam hi-dup sehari-hari, salah satunya mengikuti acara yang non liturgi dengan cara berbuat baik dan mengasihi se- sama. Gereja menurut dia adalah sarana untuk berdoa dan berkomunikasi dengan Tuhan. Kebutuhan untuk ke Gereja dan hidup menggereja itu sebagai wujud rasa syukur, bukan kewajiban. Herman datang ke Gereja seminggu sekali kadang hari Sabtu kadang Minggu, kadang pergi sendiri kadang dengan pacar- nya. Dia tidak selalu datang ke Gereja Santo Petrus Sambiroto. Kadang ke Gereja Santo yusup Gedangan. Perasaan yang dialami oleh Herman setelah ikut misa adalah mendapat penyegaran iman. ** 

BUKAN KARENA KITA MAMPU TETAPI KARENA MAU
Pelatihan dan sosialisasi Pendam-pingan Keluarga diselenggarakan di Gereja St.Petrus Sambiroto pada Minggu 21/4/2013. Kegiatan yang mengusung tema “Makna dan Pe-ngelolaan Tim Pendampingan Kelu­arga Paroki (TPKP)” diikuti oleh 37 peserta pasutri mewakili beberapa lingkungan.
Dalam Pembukaan, Romo FX. Agus Suryana Gunadi Pr menyampaikan bahwa tim yang hadir ini bukan untuk keluarga bermasalah, me­lainkan menempatkan diri sebagai teman pendamping dalam peziarah­an. Memang diakui ataupun tidak bahwa setiap keluarga mempunyai masalah, bahkan menjadi imampun juga mempunyai masalah. Oleh sebab itu tim ini hadir karena terpanggil untuk menja­di teman dan pasangan, untuk saling membuka hati dan menjadi sahabat bagi keluarga-keluarga Katolik di lingkungan masing-masing.
Romo Agus menegaskan bahwa yang hadir dalam kegiatan ini adalah orang-orang yang tergerak, terpilih dan terpanggil, bukan karena mampu, tetapi karena mau. Ke depan tim ini ya­kin dapat berkembang dan berbuah serta men­jadi bagian dari pewarta kasih seperti Keluarga Kudus di Nazareth.
Materi dasar Pelatihan dan sosialisasi Pendam-pingan Keluarga tersebut meliputi: Prinsip-prin­sip Dasar Tim Pendampingan Keluarga Paroki, Ruang Lingkup dan Metode, serta Fokus Perha­tian.
Tujuan sosialisasi TPKP untuk mewujudkan ter­capainya kesejahteraan keluarga yang meliputi fisik, mental, sosial, moral dan spiritual dalam pengertian yang luas, yang ditandai dengan penuh syukur setiap saat. Juga berkembangn­ya iman, pemahaman panggilan, pengalaman iman, pewartaan, kesaksian dan persaudaraan.
Umat beriman dalam pernikahan Katolik se­harusnya menjadi penyelenggara ilahi, penuh rahmat dan berkat dalam perjalanan keluarga. Dan Tim Pendampingan Keluarga Paroki men­jadi bagian dari peran awam untuk menjadikan keluarga Katolik di Paroki St. Petrus Sambiroto sesuai dengan teladan Yesus Kristus (Ecclesia Domistica).
Penanggungjawab TPKP adalah Pastur Paroki, dalam pelaksanaannya peran awam sangat di-butuhkan melalui Tim Kerja TPKP yang beker­jasama dengan ME, CFC, Choice, Pro Life dan lain-lain.
Penyelenggaraan sosialisasi di Paroki San­to Petrus Sambiroto dipandegani oleh Bapak Petrus Sunarno dan materi disampaikan oleh Bapak Sarjono. Kegiatan ini merupakan tahap I, sedangkan tahap II akan diselenggarakan pada minggu ketiga bulan Mei 2003.
Peran serta umat sangat diharapkan. Berkah Dalem !! ** [Juang S]

DIAS INGIN JADI PASTUR !

Kunci – St. Petrus Sambiroto (21/4)
Misa Minggu pagi di Paroki St. Petrus Sambiroto diwarnai suasana riang. Sebanyak 15 lagu liturgi dinyanyikan dalam misa tersebut secara kompak oleh kelompok koor siswa SD Kanisius Lamper Tengah Semarang.
Misa Minggu Paskah IV (tahun C dalam kalender Gereja) ini juga bertepatan dengan hari panggilan. Dalam homilinya Romo FX. Agus Suryana Guna­di Pr bertanya kepada umat apakah berkenan dan rela kalau anaknya menjadi romo, suster, bruder dan hidup membiara. Sebagian umat menyambut sapaan tersebut dengan senyum sipu.
Kita diingatkan bahwa setiap orang punya pang­gilan masing-masing yang harus dimaknai dan dihidupi. Roh panggilan itu menyala setiap saat. Banyak di antara kita kawatir kalau anaknya men­jalani hi-dup membiara di masa tuanya nanti akan ditinggalkan oleh anaknya. Apalagi tidak mungkin memberikan cucu. Kekawatiran tersebut seharus­nya tidak perlu dirisaukan. Mengapa?
Dari pengalaman pribadi Romo Agus justru pada saat ibu-bapak memasuki usia senja tetap ada waktu untuk sekedar menjenguk. Orangtua merasa juga bangga, setidaknya pada saat ulang tahun, pemberkatan rumah, peringatan hari istime­wa dengan misa kudus dan putranya sendiri yang memimpin misa tersebut.
Romo Agus juga menyapa para siswa yang sedang bertugas. Sapaan apa kabar dijawab spontan oleh sebanyak 56 siswa dengan seruan: luar biasa! Ke-56 siswa yang terbagi dalam dua kelom­pok, ya-itu petugas koor 31 anak dan 25 petugas memainkan musik. Mere­ka tergabung di dalam ensamble (baca: angsambel) Musik SD Kanisius. Sekolah ini bertempat di Jl. Ngemplak Buntu Rt.01-RW.IX Tandang Tembalang Sema­rang. Ensamble musik ini dilatih oleh Bapak Andi. Ensamble musik ini juga menjadi bagian dari pelayanan Tuhan baik untuk misa di gereja, acara intern sekolah, serta sarana promosi.
Ada yang menarik dari misa kali ini. Romo Agus melempar pertanyaan, apakah ada yang mau jadi Romo, suster atau Bruder. Salah satu yang menjawab ‘ya,’ Marcelino Prima Diasta (Dias) dipersilahkan maju ke altar. Siswa kelas VI ini saat ditanya mengapa ingin menjadi Romo, men­jawab dengan jawaban khas anak: Ingin mengab­di pada Hosti dan memberkati anak-anak!!
Hadirnya roh panggilan itu juga disuarakan oleh Dion putra altar yang saat ini kelas 8 (SMP). Dua suster yang hadir pada misa pagi itu melengkapi kesaksian hari itu melalui cerita suka cita mem­biara, dan memberikan gambaran utuh tentang makna menghidupi panggilan membiara.
Nah, tugas kita sekarang adalah merawat dan menghidupi roh panggilan yang sudah tinggal di antara kita. Demikian Romo Agus menutup hom­ili pagi itu.
Untuk Dias dan Dion kami umat Paroki St. Petrus Sambiroto menggalang doa sepanjang masa un­tuk mewujudkan panggilanmu. Salam kami.** [Juang]


Nomor 3, 15 Mei 2013

Doa Rosario di Keluarga Kita / Holy
Rosario adalah doa kesetiaan. Doa yang “hanya” terdiri dari Kredo, Kemuliaan, Bapa Kami dan Salam Maria dan diselingi dengan peristiwa-peristiwa gembira-sedih-mulia-terang ini merupakan doa andalan orang Katolik.
Berdoa rosario menjadi “asyik” ketika hati damai, pikiran fokus. Doa Salam Maria yang diulang-ulang, menjadikan hati makin damai. Kita menjadi sangat dekat dengan Bunda Maria, seolah-olah dia berada di hadapan kita dan mengulurkan tangan kasihnya, dengan senyum menyambut doa-doa yang kita lantunkan dan berjanji membawanya ke hadapan Puteranya Yesus. Namun doa yang begitu indah ini menjadi  membosankan bila keadaan hati dan pikiran kita sedang terpecah-pecah, tidak fokus.
Apakah kebiasaan berdoa rosario di dalam keluarga kita masih berlangsung sampai sekarang? Jangan-jangan doa yang “panjang” ini hanya menjadi milik generasi tua angkatan 50-an dan cenderung dilupakan oleh generasi muda. Atau bahkan jangan-jangan generasi tua pun sudah tidak melakukan?
Reporter KUNCI, Holy, mencoba menanyakan ke sejumlah umat yang mewakili  OMK dan generasi tua. Hasilnya pastilah bukan potret kenyataan di dalam umat kita, tetapi setidaknya kita bisa bercermin dari pendapat para narasumber, lalu menanyakan pada diri sendiri dan keluarga masing-masing tentang kebiasaan doa khususnya doa rosario.
Kornelia Paskatria Cahyani, OMK Lingkungan Inatius Klipang 2 percaya bawa kegiatan doa mendekatkannya dengan Tuhan. Doa, terutama doa rosario memberi ketenangan dan kekuatan untuk menjalankan aktivitas sehari-hari. Kebetulan di rumahnya selalu mendapat giliran menerima doa rosario lingkungan tiap Senin. Mengaku tidak dapat melakukannya dengan rutin karena kesibukannya, maka doa rosario pribadi dilakukan pada malam hari.
Elizabeth Paramita, OMK dari Lingkungan Santa Emilia Kinijaya ini memiliki kebiasaan doa pagi, doa pribadi, hari untuk mengawali aktivitas. Tentu dengan doa dia berharap memiliki kekuatan dan memperoleh keselamatan dalam beraktivitas. Dan kebiasaan berdoa rosario dia jalankan bukan hanya di rumah, tetapi juga di dalam perjalanan dan di kantor karena setelah berdoa rosario ada perasaan sukacita. Dia merasakan kelegaan. Dia mengaku melakukan secara rutin doa harian, rosario, bahkan doa novena setiap bulan.
Elisabet Listiani, sesepuh umat Lingkungan St. Fransiskus Xaverius Ketileng 2 mengaku rutin melakukan kegiatan doa pribadi. Dia memilih melakukannya secara pribadi dengan alasan lebih fokus dan khusuk. Mengaku doa rosario jarang dilakukan di rumah, tetapi secara rtin menetapkan doa harian setiap pk 20.00 dengan alasan mengambil waktu senggang setelah seharian bekerja. Doa rosario yang masih tetap sering dilakukan itu dipilih tempat di rumah dan bukan di Gua Maria. Teralu ramai sehingga tidak konsen.
Lorensia Winda Marlysa, OMK Lingkungan Santo Aloysius Klipang 3 ini mengaku dengan berdoa dan berziarah Tuhan selalu hadir di dalam hati dan memberikan ketenangan hidup. Doa rosario dilaku-kan dalam kegiatan rosario lingkungan dan ber-sama tema-teman. Dia percaya, di manapun Tuhan itu ada. Maka kegiatan doa dia lakukan di manapun. Yang penting harus benar-benar tulus.** 

Nomor 4, 1 Juni 2013
Di salah satu kelas di SD Kebondalem-2, Romo Bernardinus Rusmanto, Pr memberikan kursus singkat kepada calon lektor gereja kita. Romo Rusmanto ditemani oleh 5 orang anggota pendamping lektor. Kegiatan yang  diprakarsai oleh Pak M. Sukarjo dan Ibu Estining ini direncanakan diselenggarakan empat kali. Sebagai narasumber pertemuan kedua Pak Hari Pawarto. Pertemuan ketiga, pada Minggu 2/6/2013 mendatang semua calon lektor diarahkan untuk praktek di mimbar gereja, dan pertemuan keempat pada tanggal Minggu 9/6/2013 untuk evaluasi. Latihan khusus bagi petugas Sabtu dan Minggu akan dilakukan pada Kamis malam sebelum hari bertugas. Pertemuan umum akan diselenggarakan setiap dua bulan sekali.
Di sayap kanan gedung gereja sekelompok kelas 4 SD itu baru saja menyelesaikan wulangan komuni pertama. Tampak Pak Berdi berada di tengah mereka. Suasana ceria. Ada 62 orang anak yang akan menerima komuni pertama pada misa pagi hari Minggu, 2/6/2013. Jumlah tersebut diharapkan dapat utuh sampai pada saat penerimaan, yaitu di Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus, Minggu 2/6/2013. Sebab jika kegiatan wajib pada saat persiapan ada yang tidak diikuti calon mendapat sanksi berupa penundaan Penerimaan komuni untuk periode berikut. Kegiatan wajib itu meliputi: Pembekalan bagi orangtua calon (Jumat 24/5/2013), Rekoleksi anak-anak (Minggu 26/5/2013), Ibadat Tobat dan Pengakuan Dosa (Senin 27/5/2013), dan Gladi Bersih anak dan orangtua calon (Kamis 30/5/2013)   
Sementara anak-anak mengikuti wulangan, para orangtua yang tergabung dalam Panitia Persiapan Penerimaan Komuni Pertama mengadakan pertemuan di dalam ruang gereja beberapa saat usai misa kudus minggu pagi itu. Beberapa persiapan, mulai rangkaian acara, kebutuhan sarana prasarana, besaran biaya sampai pada model pembiayaan termasuk yang mereka bicarakan, sehingga ketika hampir semua altifitas lain sudah selesai, peserta rapat ini masih tampak serius.
Di ruang rapat gedung paroki pelajaran persiapan babtisan dewasa sedang berlangsung. Cukup menarik mendengarkan dialog iman antar peserta dengan pendamping hari itu adalah Ibu Hary Putranti. Menurut catatan ada 7 orang calon baptis yang sedang dipersiapkan oleh tim pendamping.
Di panti koor tampak anggota Putra-Putri Altar sedang  berlatih koor untuk menyiapkan tugas pada Misa kudus Penerimaan Komuni Pertama. Mereka kelihatan gembira saat mengikuti latihan, pertanda antusiasme yang besar dalam menjalankan tugasnya.
Sementara itu di pelataran dan juga tersebar di bangku-bangku gereja para orangtua yang menunggui anak-anak mereka beraktifitas di gereja tampak menikmati suasana. Sambil menunggu mereka dapat bertemu dan ber-komunikasi dengan umat lain. Kepada mereka ini kita patut mengacungkan jempol dan rasa gembira karena kesetiaan mereka dan besarnya rasa tanggung jawab kepada proses perkembangan iman anak-anak mereka. Sadar atau tidak mereka sedang menggenapi janji perkawinan: “Menjadi Orangtua yang baik bagi anak-anak yang dipercayakan Tuhan dan mendidik mereka menjadi orang Katolik Sejati.”
Datanglah ke Gereja!
Mbak Caecil, petugas Sekretariat Gereja Santo Petrus Sambiroto dibuat sibuk mengatur tempat agar semua kegiatan gereja dapat berlangsung lancar. Berbagai pertanyaan tertuju kepadanya. Ada yang menanyakan di mana rapat ini atau rapat itu berlangsung.  Kemudian menyusul beberapa orang datang dalam urusan rencana pernikahan. Semua itu berlangsung pada hari Minggu, hari ceria, karena Sekretariat Paroki Santo Petrus Sambiroto memang membuka pelayanan hari Minggu (hari Kamis Sekretariat TUTUP). Pagi itu semua orang pun menjalankan peran dan tugas masing-masing dengan penuh suka cita.
Melihat kemeriahan itu kita pantas menyambut dengan penuh kegembiraan. Maka datanglah sesekali ke gereja sesudah misa kudus Hari Minggu, niscaya Anda menyaksikan kehidupan, kemeriahan, aktifitas yang semarak di lokasi gereja kita. ** [wiranto]

Peran Umat Katolik dalam Pemilukada Jawa Tengah
Kunci – Gereja St. Minggu 26/5/2013 sebuah surat kabar memuat berita tentang penggunaan foto Uskup untuk keperluan kampanye pada  Rabo 22/5/2013. Foto Uskup Agung Mgr J Puja-sumarta itu terpampang pada beberapa baliho pasangan cagub Hadi Prabowo bersama sejumlah tokoh agama. Karena aturan gereja melarang hal tersebut, maka Uskup merasa keberatan. Bapa Uskup sangat berhati-hati dengan pencitraan yang melibatkan pihak lain seperti itu.
Dalam peran yang lain, sejumlah umat Katolik cukup aktif melibatkan diri dan  berperan  dalam melayani sesama pada kegiatan Pilkada Cagub-Cawagub yang bertugas menjadi petugas Panitia Pemungutan Suara (PPS). Kesediaan untuk ajur-ajer umat Katolik pada perhelatan tersebut sangat dibutuhkan untuk mengawal pesta demokrasi tingkat provinsi kali ini.
Mengapa demikian? Mungkin sekali kebiasaan tertib yang dibentuk oleh liturgi Gereja dengan pameo bahwa “Jam Gereja” tidak dapat ditawar-tawar lagi sudah menjadi bagian kehidupan kita sehari-hari. Kesadaran untuk bermasyarakat  dengan baik juga disikapi sebagai bagian perwujudan iman kristiani. Sikap inilah yang sering dipandang oleh umat lain di sekeliling tempat tinggal umat Katolik.
Kita sudah terbiasa melakukan budaya mengantre pada saat kita menerima komuni dan kebiasaan untuk berdiskusi, rapat, dengan program yang jelas dan jujur sehingga kebiasaan ini terpancar dalam kehidupan kita di masyarakat. (memang masih ada juga yang belum seperti itu!)
Di TPS-10 di Kelurahan Mangunharjo, yang melayani dua RT masing-masing RT01 dan RT02 dengan jumlah pemilih 198 orang (tetapi yang hadir hanya 104 orang), dilayani oleh 6 orang petugas PPS dan 2 orang linmas. Yang menarik adalah dari ke delapan orang tersebut lima orang adalah umat Katolik, satu umat Kriten dan dua muslim. Masing masing KPPS Yosep, Anggota YB. Srijono, MS. Sri Asih Bakri Wibawati, Petrus Yuli Haryanto dan Stefanus Agung. Dalam melaksanakan tugas tersebut tiga orang menjadi saksi yang bertugas memantau masing-masing kandidat Cagub dan Cawagub.
Tugas mereka tidak saja pada saat pemungutan suara melainkan diawali dari proses koordinasi dengan pihak pemerintah setempat dalam hal ini pihak kelurahan dengan mengikuti bimbingan teknis (bintek), analisis data, pem-bagian undangan sampai dengan pelaksanaan pemungutan suara, pengisian data dan pelaporan. Semua yang telah dilakukan oleh tim mengikuti aturan dan ketentuan yang ada. Tentu saja hal di atas tidaklah tugas ringan. Kita ber-syukur bahwa saudara kita mendapat kepercaya-an. Iman dan tanggungjawab diuji di hadapan Tuhan dan masyarakat secara langsung.
Sebagai masyarakat Jawa Tengah kita cukup bangga dengan peran serta umat Katolik dalam gelar pesta demokrasi kali ini, selamat untuk umat Katolik yang terlibat pada pesta demokrasi dan selamat untuk pemimpin Jawa Tengah yang baru. **   [A. Juang Saksono]

No. 5, 15 Juni 2013
Dewasa adalah kondisi kepribadian. Jadi sama sekali tidak ada hubungannya dengan usia. Demikian psikolog Probowatie Tjondronegoro (dalam ElisabethNews No. 009 Tahun II April-Mei 2013 hal 26) mengatakan. Ciri-ciri kepribadian dewasa menurut dia adalah: Bisa membedakan benar dan salah secara obyektif. Pribadi yang dewasa juga tahu perbedaan benar dan baik, jahat dan salah, kemudian lebih mendahulukan logika daripada emosi, memiliki empati yang relatif tinggi dan karenanya cenderung aktif membantu orang lain yang membutuhkan, memiliki kemampuan toleransi yang tinggi, dan berbicara berdasarkan fakta bukan keyakinan semata. 

Reporter KUNCI, Holy, dengan bekal kegigihannya berhasil mewawancarai beberapa rekan OMK. Ada empat aspek sederhana yang dia tanyakan yaitu, 1) Bagaimana mengatasi perbedaan pendapat, 2) Pernahkan bertengkar, apa penyebabnya, dan bagaimana menyelesaikan? 3) Di tengah perbedaan pendapat tersebut apakah pernah sampai terjadi main pukul? Dan 4) Untuk urusan kedewasaan berpikir, siapa yang menjadi acuan atau sosok yang pantas ditiru? Berikut pendapat mereka.  

penasaran dengan REPORTASE kunci lainnya bisa Download Disini atau Download disini atau APALAGI DOWNLOAD DISINI JUGA BISA

KEGIATAN

No. 2, 1 Mei 2-13

Rapat Bidang Pelayanan Kemas­yaraatan (Bidang III)
Sejak dilantik pada Minggu 24/2/2013 bidang Pelayanan Kemasyarakatan Paroki Santo Petrus Sambiroto sudah melakukan rapat tiga kali setiap Jumat ke-3. Rapat terakhir pada Jumat 26 April 2013 menghasilkan tebentukn­ya Tim Pengelola Dana Sosial Gereja (PDSG) dengan susunan berikut.
Ketua: Ibu C. Isti Pramono; Sekretaris: Ibu A. Lely Prio Utomo; bendahara: Bp. Ign. Adrianto; Sie Pendidikan Bp. H. Winarno; Sie Kesehatan: Ibu Adriani; Sie Sosial Ekonomi: Bp. V. Pramono; Sie APP: Ibu Vissia Retno; dan Sie Kematian: Bp. Y. Eko Susilo.
PDSG berfungsi sebagai tim pengelola dana sosial gereja untuk bantuan karitatif yang diprogramkan atau bantuan lain seperti membangun perekonomian umat, solidaritas dan kepedulian kepada mereka yang lemah, miskin, ters­ingkir dan difabel. Untuk dapat mengoptimalkan layanan­nya, tim PDSG akan disahkan terlebih dulu oleh Romo Paroki. Sesudah disahkan nanti, tim akan segera melaku­kan sosialisasi pedoman pengelolaan dana sosial gereja kepada para pamong lingkunga untk nantinya diteruskan kepada seluruh umat. ** [Lely PU]

Rapat Media KUNCI
Senin 1/4/2013 pengelola Media KUNCI mengadakan rapat untuk pertama kalinya. Hadir dalam rapat tersebut adalah: Romo Agus Suryono Gunadi, Pak Antonius Juang Sakosono, dan Saudara Aluisius Budi Utomo.
Agenda utama rapat adalah memahami bersama visi dan tujuan penerbitan. Kemudian memahami semangat dan komitmen terhadap peran dan tugas masing-masing. Disepakati bersama bahwa nama media yang akan diterbitkan adalah KUNCI. Kata ini merupakan ciri khas dari Santo Petrus pelindung paroki kita.
Visi KUNCI adalah menjadi bahan bacaan yang berguna bagi pengembangan iman umat dengan melibatkan orang muda Katolik. Tujuan media ini adalah menjadi sarana agar terjalin komunikasi yang baik antara gembala dan umat serta antarumat dalam lingkup paroki. Media ini juga menjadi sarana untuk mendokumentasi kegiatan serta perkembangan umat.
Agenda berikutnya adalah menyiapkan KUNCI edisi nomor 1 dan nomor 2.
Catatan penting untuk media KUNCI adalah menjalin partisi­pasi aktif dengan umat. Partisipasi ini berupa tulisan dalam bidang apa saja yang bermanfaat. Juga dalam hal pembiayaan. Umat diharap- kan “membeli” den­gan sumbangan sukarela. Maka catatan juga untuk pengelola agar terus membangun komunikasi dengan semua lapisan umat dan terus meningkatkan kualitas terbitan- nya. ** [wiranto]

Rapat Bidang Pelayanan Kemas­yaraatan (Bidang III)
Sejak dilantik pada Minggu 24/2/2013 bidang Pelayanan Kemasyarakatan Paroki Santo Petrus Sambiroto sudah melakukan rapat tiga kali setiap Jumat ke-3. Rapat terakhir pada Jumat 26 April 2013 menghasilkan tebentukn­ya Tim Pengelola Dana Sosial Gereja (PDSG) dengan susunan berikut.
Ketua: Ibu C. Isti Pramono; Sekretaris: Ibu A. Lely Prio Utomo; bendahara: Bp. Ign. Adrianto; Sie Pendidikan Bp. H. Winarno; Sie Kesehatan: Ibu Adriani; Sie Sosial Ekonomi: Bp. V. Pramono; Sie APP: Ibu Vissia Retno; dan Sie Kematian: Bp. Y. Eko Susilo.
PDSG berfungsi sebagai tim pengelola dana sosial gereja untuk bantuan karitatif yang diprogramkan atau bantuan lain seperti membangun perekonomian umat, solidaritas dan kepedulian kepada mereka yang lemah, miskin, ters­ingkir dan difabel. Untuk dapat mengoptimalkan layanan­nya, tim PDSG akan disahkan terlebih dulu oleh Romo Paroki. Sesudah disahkan nanti, tim akan segera melaku­kan sosialisasi pedoman pengelolaan dana sosial gereja kepada para pamong lingkunga untk nantinya diteruskan kepada seluruh umat. ** [Lely PU]

Rapat Media KUNCI
Senin 1/4/2013 pengelola Media KUNCI mengadakan rapat untuk pertama kalinya. Hadir dalam rapat tersebut adalah: Romo Agus Suryono Gunadi, Pak Antonius Juang Sakosono, dan Saudara Aluisius Budi Utomo.
Agenda utama rapat adalah memahami bersama visi dan tujuan penerbitan. Kemudian memahami semangat dan komitmen terhadap peran dan tugas masing-masing. Disepakati bersama bahwa nama media yang akan diterbitkan adalah KUNCI. Kata ini merupakan ciri khas dari Santo Petrus pelindung paroki kita.
Visi KUNCI adalah menjadi bahan bacaan yang berguna bagi pengembangan iman umat dengan melibatkan orang muda Katolik. Tujuan media ini adalah menjadi sarana agar terjalin komunikasi yang baik antara gembala dan umat serta antarumat dalam lingkup paroki. Media ini juga menjadi sarana untuk mendokumentasi kegiatan serta perkembangan umat.
Agenda berikutnya adalah menyiapkan KUNCI edisi nomor 1 dan nomor 2.
Catatan penting untuk media KUNCI adalah menjalin partisi­pasi aktif dengan umat. Partisipasi ini berupa tulisan dalam bidang apa saja yang bermanfaat. Juga dalam hal pembiayaan. Umat diharap- kan “membeli” den­gan sumbangan sukarela. Maka catatan juga untuk pengelola agar terus membangun komunikasi dengan semua lapisan umat dan terus meningkatkan kualitas terbitan- nya. ** [wiranto]


Konser Rohani Katolik
Apa hubungan antara konser dan iman? Sebuah konser yang diselenggarakan oleh Keuskupan Agung Semarang bertajuk “Brave Heart” telah berlangsung di Krakatau Grand Ballroom Hotel Horizon lantai 9 Komplek Simpanglima Sema­rang, Jumat 26 April 2013. Konser terse­but menampilkan bintang tamu Rigina Idol, Lea Simandjuntak, Bowo (Soulmate) Joeniar Arief dengan selingan artis-artis lokal dari Unika Soegijapranata dan Sekolah Theresiana Semarang. Konser tersebut berintikan lagu-lagu pujian.
Acara dibuka dengan doa dan sambutan dari Vikaris Jendral Keuskupan Agung Semarang (Vik­jen KAS) Romo V. Sukendar. Dalam sambutan itu Romo Kendar menyampaikan maksud konser diselenggarakan yaitu semakin mengimani Yesus yang hadir untuk menyelamatkan umat manusia.
Bernadheta Suratno dari Lingkungan Bumi Wana Mukti salah satu penikmat konser tersebut menga­takan, penyelenggara cukup kreatif. Menurut dia acara ini cocok bagi kaum muda. Dia mengaku setelah menikmati konser tersebut merasa termo­tivasi untuk terus mendalami iman Katolik. Dia berharap, acara seperti itu dapat diselenggarakan di berbagai paroki, termask paroki kita, misalnya mengambil waktu sesudah misa kudus. Hitung-hitung memberi hiburan sambil menambah motiva­si umat dalam hidup beriman.** [Holy]

No 4, 1 Juni 2013
Hasil Sarasehan Paguyuban Thomas Aquinas Sabtu 25/5/2013:
“Semua Memiliki Peran Sesuai Kemampuan”
Kegiatan sarasehan ini diselenggarakan di rumah salah satu umat Katolik di Lingkungan Mangunharjo-2 pada Sabtu, 25/5/2013 jam 10.30-13.30 wib dan dihadiri oleh tujuh orang umat termasuk beberapa tokoh cikal bakal Paroki Sambiroto, seperti Pak Sriyono (Mangunharjo-2), Pak Adi Santoso (Sambiroto), Pak Suaryanto (Sambiroto), Pak F Adiman (Mangunharjo-1), Pak F. Listyantara (Mangunharjo-2), Pak Adri (Mangunharjo-1) dan Pak FA. Wiranto (Mangunharjo-1).

Berbagai Permasalahan yang Ada
Mencermati perkembangan umat di Paroki  Sambiroto yang sudah demikian jauh dari sisi jumlah umat dan persoalan yang ada, Pak Suaryanto mengaku merasa bersalah karena sekian tahun absen mengikuti perkembangan paroki. Dia merasakan kerinduan untuk dapat kembali berdialog dengan umat yang lain.
Seperti yang dirasakan oleh Pak Suaryanto, Pak Sriyono, Pak Santoso, Pak Listyantara, Pak Adiman juga merasakan kerinduan yang sama untuk kembali membangun dialog dengan umat lain, agar dapat menyampaikan ide-ide pengemba-ngan Paroki dan Gereja Santo Petrus.   

Pak Santoso menyampaikan, ada beberapa topik yang perlu dicermati bersama seperti: Adanya pencampuradukan kolekte umum dan kolekte pembangunan yang seharusnya dipisahkan secara jelas. Kedua, sistem penganggaran kegiatan model sekarang yang beresiko pada eksploitasi umat. Ketiga pendampingan terhadap generasi muda dalam peran menggereja agar terlatih dan cermat dalam menjalankan tugas. Keempat, masalah caos dahar Romo yang mestinya berdasarkan kebebasan umat dan tidak ditentukan besarnya. Dan kelima, tak terekamnya sejarah paroki dalam satu buku sehingga generasi muda tidak bisa melihat perjuangan yang mengiringi berdirinya Paroki dan bangunan Gereja Santo Petrus saat ini.

ingin tahu kegiatan apa saja bisa  Download disini atau Download Disana atau Download DISINI juga bsia

PERISTIWA

PERISTIWA
No. 1 : 15 April 2013.

Gereja yang Bertumbuh

Sekitar tahun 1984, datanglah mBah Djojosoekarto, seorang tokoh umat katolik yang berasal dari paroki Santa Maria Fatima, Magelang. Demikianlah sepenggal kalimat yang ditulis oleh tokoh umat yang bernama Robertus A. Marsudi (alm.) dalam Buku Kenangan Peresmian Gereja St. Petrus Sambiroto : Gereja Awam yang Bersaksi (Juli 2004, hal. 25).
      Di dalam tulisannya, Pak Marsudi, demikian dia akrab disapa, mengisahkan tentang dinamika yang terjadi pada awal “pergerakan” umat cikal bakal komunitas Gereja Santo Petrus Paroki Administratif Sambiroto. Beberapa umat katolik berkumpul di ruang kecil Sekolah Taman Kanak-Kanak (TK) Kartini di komplek Perumahan Yayasan Sosial Soegijapranata (YSS). Hasil pertemuan itu adalah terbentuknya lingkungan baru, kedungmundu, di bawah naungan Gereja Mater Dei Lampersari. Nama pelindungnya: Santo Petrus.
       Tahun 1985, sesudah tanah wakaf milik Pak Hidayat di Jl. Nilam Perumahan Salak Utama resmi diserahkan, dibentuklah Panitia Pembangunan Gedung Serbaguna. Bangunan ini akan digunakan untuk menampung kegiatan umat katolik lingkungan Santo Petrus Kedungmundu. Bangunan dimaksud selesai tahun 1986.
       Menurut catatan yang dibuat oleh Kelompok Thomas Aquinas ada masa cukup lama bangunan ini “ditinggalkan.” Catatan tersebut dimuat di dalam Buku Kenangan Peresmian Gereja St Petrus Sambiroto begini, “Sesudah dua atau tiga tahun bangunan serbaguna yang kemudian dikenal sebagai kapel Santo Petrus, mengalami kekosongan fungsi, yaitu sekitar tahun 1988 sampai dengan tahun 1992 (hal. 15).
       Misa kudus perdana pada hari Minggu diselenggarakan pada Juli 1994 oleh Romo Al. Hantara, Pr.
     Waktu itu lingkungan yang ada baru tiga, yaitu Sambiroto, Mangunharjo, dan Bukit Kencana. Jumlah umat terus mengalami pertumbuhan, terutama dengan bergabungnya 7 lingkungan eks Paroki Santo Paulus Sendangguwo pada tahun 1995.
       Data umat saat ini adalah: jumlah umat 1097 KK dengan 3.572 jiwa, jumlah lingkungan 21 yang terkoordinasi dalam 6 wilayah (data Desember 2012).
       Pada awal tahun 2013 muncul tiga lingkungan baru hasil pemekaran dari lingkungan lama, yaitu: Lingkungan Sendang Asri (pemekaran dari Lingkungan Kini Jaya), Lingkungan Mangunharjo 2 (pemekaran dari Lingkungan Mangunharjo menjadi Mangunharjo 1 dan Mangunharjo 2),, dan Lingkungan Taman Bukit Asri (pemekaran dari Lingkungan Bukit Duren Indah).
       Gereja kita adalah Gereja yang terus bertumbuh. Terus, sampai selamanya. **


Penuh Syukur
Kita merasa bersyukur karena telah memiliki sebuah bangunan gereja dan gedung pastoran yang megah sebagai sarana pelayanan kepada seluruh umat. Juga syukur memperingati ulang tahun pertama status Gereja kita sebagai Paroki Administratif.
        Ungkapan rasa syukur tersebut disampaikan dalam misa kudus pada Minggu, 24/2/2013 yang dipimpin oleh Uskup Agung Semarang, Mgr Yohanes Pujasumarta, Pr sebagai selebran utama didampingi oleh tiga pastor selebran yaitu Romo St Heruyanto Pr, Romo B Rusmanto Pr dan Romo Fx Agus Suryono Gunadi Pr. Dalam kesempatan yang sama Bapa Uskup juga berkenan melantik Pengurus Dewan Paroki Administratif Santo Petrus Sambiroto masa tugas 2013-2016.
Bapa Uskup mengajak seluruh umat yang hadir dalam perayaan tersebut untuk bersyukur kepada Tuhan atas semua yang telah kita terima. Karena semua pencapaian ini bukan prestasi manusia semata melainkan karena berkat campur tangan Allah yang Maha Baik.
Kita merasa bahagia seperti yang dirasakan oleh Petrus, Yakobus dan Yohanes ketika memperoleh penampakan di Gunung Tabor. Peristiwa tersebut menjadi kesaksian bagi ketiga rasul itu dan bagi kita semua bahwa “Yesus adalah Anak Allah” dan kita diingatkan selalu untuk mendengarkan sabdaNya.
Menurut Bapa Uskup, kesempatan ini sungguh istimewa karena kita berada di dalam tahun iman, masa pra-Paskah, dan momentum pengunduran diri Bapa Suci Paus Benedictus XVI pada 28 Februari 2013. Kita diajak beradorasi mulai 28 Februari 2013 itu sampai terpilihnya paus yang baru. Semoga daya kekuatan iman akan Yesus yang kita miliki menjadikan segala sesuatu menjadi bermakna bagi kehidupan.
Kita bersyukur karena boleh mengalami proses yang berlangsung relatif lama untuk mempersiapkan pembangunan fisik gereja. Sebuah proses yang telah menjadikan umat kita: tua-muda, laki-perempuan, kaya-miskin menjadi satu komunitas yang solid, memiliki cita-cita yang sama. Sebuah modal berharga untuk terus berjuang bersama dalam peziarahan ke depan, dalam merawat dan mengembangkan Gereja kita sebagai persekutuan umat beriman. **


No. 1 : 15 April 2013.
Status Paroki Administratif
Status Paroki Administratif telah dikukuhkan melalui Surat Keputusan Pendirian Paroki oleh Uskup Keuskupan Agung Semarang, Mgr. Yohanes Pujasumarta Pr, Nomor 0026/B/I/b-68a/12, tanggal 22 Februari 2012. Karena itu misa kudus yang dipimpin oleh Bapa Uskup pada Minggu 24/2/2013 lalu juga merupakan peringatan hari jadi kedua status Paroki Administratif Gereja Santo Petrus Sambiroto.
Surat Keputusan (SK) tersebut dikeluarkan berdasarkan antara lain, 1) visitasi Tim Visitasi Keuskupan Agung Semarang bersama Romo Paroki dan Dewan Paroki Mater Dei Lampersari yang dilakukan pada 4/12/2011, 2) jumlah umat yang mencapai 3.753 jiwa, 3) tersedianya sarana berupa gedung gereja, pastoran, kantor pelayanan sekretariat dan ruang pertemuan umat.

Namun apakah status tersebut berpengaruh terhadap kehidupan menggereja? Jawabannya secara langsung tidak. Status Paroki hanya berkaitan dengan penyelenggaraan administrasi Gereja, hubungannya dengan Gereja induk. Dan kehidupan menggereja sama sekali tidak terganggu dengan administrasi ini, apapun status paroki kita.  

Penasaran dengan kelanjutannya bisa Download Disini atau Download sini bisa atau Disini apalagi bisa

SERBA-SERBI KESEHATAN

SERBA-SERBI KESEHATAN
No. 5, 15 Juni 2-13

Pertanyaan:
Bagaimana cara menyimpan obat obatan?
Jawab:
Sebagaimana bahan kimia lain,  cara penyimpanan obat-obatan juga sesuai ketentuan. Yang bentuk padat misal: tablet, kapsul, puyer disimpan di almari obat, di luar lemari es. Yang berbentuk cair seperti: sirup  antibiotika, sirup turun panas, sirup vitamin, sirup obat batuk disimpan di luar lemari es dan sebaiknya habis; kalau sisa sebaiknya tidak dikonsumsi. Yang berupa obat suntik, cream dapat disimpan di lemari es. Yang penting jangan sampai terkena sinar matahari langsung.

Pertanyaan:
Apakah boleh minum obat orang lain, bila penyakit yang dirasakan sama?
Jawab:
Perasaan sakit yang dirasa sama dengan orang lain (yang kadang dengan gejala yang sama) belum tentu sama diagnosanya. Misalnya, seseorang yang merasa pusing oleh karena sakit lambung, sama rasa pusingnya dengan seseorang yang flu. Kedua penyakit tersebut berbeda penanganannya untuk menghilangkan gejala pusingnya.

Pertanyaan:
Saya mendapat resep obat dari dokter untuk 3 hari. Waktu saya minum baru 2 kali sudah merasa sembuh. Lalu saya menghentikan minum obat. Apakah boleh menghentikan minum obat kalau sudah merasa baikan?
Jawab:
Ilmu kesehatan dan pengobatan bukan berdasarkan “rasa”, tetapi adalah  ilmu pasti. Jadi pada pemberian resep obat bagi pasien sudah ditakar dengan pasti berdasarkan kondisi penderita. Kalau harus diminum selama 5 hari, harus diminum hingga 5 hari. Sedangkan kalau harus diminum misal selama 6 bulan, juga harus selama 6 bulan.


Pertanyaan:
Bolehkah saya minum obat anti hipertensi (untuk menurunkan tekanan darah), bila saya saya merasa sakit kepala?
Jawab :
Obat yang masuk ke badan makhluk hidup akan mempengaruhi organ makhluk itu dan diberikan dengan ukuran yang akurat sesuai dengan diagnosa. Rasa sakit kepala belum tentu disebabkan karena tekanan darah, tetapi sakit kepala memang merupakan salah satu tanda adanya gangguan tensi darah. Ada banyak gangguan kesehatan dengan gejala “rasa” sakit kepala, sehingga perlu pemeriksaan yang benar untuk dapat menentukan penyebab sakit kepala.**


No. 6, 1 Juli 2013

Demam Berdarah Dengue (DBD)

DBD adalah demam akut selama 2-7 hari dengan 2 atau lebih gejala:             demam, nyeri sendi dan kepala yang berat, nyeri pada pergerakan bola mata, nyeri otot, ruam kulit, manifestasi perdarahan.
Pada perjalanan penyakit yang lebih berat dapat bermanifestasi menjadi Demam Berdarah Dengue (DBD) dan berakhir menjadi Demam Syok Sindrom (DSS).

Penyebab:
Virus dengue yang tergolong arbovirus dengan vektor utama nyamuk Aedes aegepty ataupun nyamuk Aedes albopictus. Vektor ini bersarang pada tempat tempat yang berisi air jernih dan tawar seperti bak mandi,drum penampung air, kaleng bekas. Adanya vector berhubungan dengan 1) Kebiasaan untuk menampung air bersih untuk keperluan harian, 2)            Sanitasi lingkungan yang kurang baik,  3) tempat atau daerah dengan penyediaan air bersih yang langka.

Daerah yang terjangkit DBD adalah wilayah yang: jarak antar rumah berdekatan yang memngkinkan penularan, karena jarak terbang nyamuk Aegepty 40-100 m.  Aegepty betina mempunyai kebiasaan menggigit beberapa orang secara bergantian dalam waktu singkat.

Gambaran klinis:
Gambaran klinis DB/DBD Sangay bervariasi,; dari yang amat ringan ,sedang, sampai terjadi syok dan berakibat kematian.

Manifestasi DB: nyeri kepala/otot/belakang bola mata, mual/ muntah dan batuk ringan.

ingin tahu lebih banyak lagi SERBA-SERBI Kesehatan Kunci bisa Download Disini atau DiSINI JUGA BISA atau DISINI

KONSULTASI KUNCI

Nomor 1, 15 April 2013

Anak Susah Belajar
Mengapa anak kita tidak fokus dalam belajar?
Masalah ini seringkali membingungkan para ortu terutama mereka yang awam terhadap psikologi perkembangan.
     Tidak semua orang memiliki sifat cermat dan teliti. Banyak ortu yang tidak tahu mengapa anaknya semakin tidak fokus dalam belajar. Akibatnya mereka semakin merasa makin tidak berdaya menghadapi problem anaknya.
     Ketidakfokusan anak kita bisa disebabkan oleh dua hal. Pertama karena pertumbuhan psikis yang mengalami hambatan sistemik yaitu adanya syaraf yang tidak befungsi semestinya, tetapi ada juga karena sebab lain, yaitu anak merasa tidak mendapatkan pendampingan yang memadai.
     Untuk mengatasi hambatan pertama memang dibutuhkan bantuan psikolog klinis. Tetapi untuk hambatan kedua sebetulnya tidak terlampau sulit. Perhatikanlah secara cermat dan teliti mulai hal-hal paling sederhana, seperti: apakah anak mengembalikan barang yang selesai digunakan di tempat semula, merapihkan tempat tidur atau tempat yang baru saja digunakan untuk belajar, melipat sendiri saputangan yang baru saja digunakan, menyimpan tas, sepatu, kaos kaki di tempatnya, dan seterusnya.
Pembiasaan hal-hal yang benar pada anak tersebut lambat laun akan membuat anak menjadi cermat dan teliti.
     Ketika anak memiliki perilaku demikian maka anak menjadi mudah belajar bahkan berprestasi. **

Siswa Merokok?
Para orangtua waspadalah. Berperilakulah agar bisa menjadi teladan bagi anak-anak, terutama bila memiliki anak usia SMP-SMA. Anak-anak seusia itu sedang mencari model hidup idola mereka. Mereka juga butuh pengakuan dari lingkungannya.
     Banyak anak usia tersebut terjebak dalam kebiasaan buruk karena tidak mendapatkan model itu di rumah. Banyak remaja yang menjadi perokok, kecanduan alkohol, kecanduan narkoba. Bahkan sebagian mereka sudah terlibat dalam aksi kejahatan seperti penjambretan, curanmor, dan sebagainya karena dipaksa oleh kelompok pergaulannya.
     Sebuah berita buruk dilansir oleh Kompas Senin (25/03/2013). Hasil sebuah penelitian yang dilakukan di Universitas Trisakti menyebutkan, 31,3% atau hampir sepertiga jumlah siswa yang diteliti, menjadi perokok dengan rincian 20,6 persen merupakan perokok aktif, dan sisanya 10,7 persen pernah merokok.
     Maka bagi para siswa harap hati-hati. Hindari pergaulan dengan kelompok yang suka memaksakan kebiasaan buruk seperti merokok, mbuk-mbukan, menikmati narkoba atau bahkan melakukan kejahatan. Tegaslah menolak, dan sampaikan segera kepada orangtua Anda bila merasa ditekan oleh kelompok pergaulan Anda **


Nomor 2, 1 Mei 2013

Diasuh oleh: Dra. Yang Roswita, MSi

Saya seorang ibu, saat ini kami sekeluarga sedang prihatin dan sedih menghadapi kondisi anak kami yang kedua. Ia baru saja putus hubungan dengan kekasihnya. Memang kami sekeluarga cukup mema­hami karena anak kami ini sudah menjalin hubun­gan dengan kekasihnya hampir 3 tahun lamanya. Keluarga juga sudah saling mengenal, terutama putri kami yang dekat dengan keluarga kekasihn­ya. Sebagai orangtua kami selalu mendukung sep­erti menghibur dan tidak membiarkan putri kami sendiri dan melamun. Anak kami cukup tertutup se­hingga kami kurang mengetahui permasalahannya secara jelas.
Bapak ibu pengasuh pertanyaan kami bagaimana sebaiknya kami dapat mengarahkan anak kami agar dapat membantunya. Terima kasih.
Berkah Dalem
Ibu S

Ibu S yang terkasih,
Membaca surat ibu , saya dapat ikut merasakan bagaimana kondisi ibu sekeluarga pada saat ini. Permasalahan yang dialami oleh seorang dalam keluarga pasti akan mempe- ngaruhi suasana di rumah. Sayangnya dalam surat ibu tidak men­cantukan berapa usia putri ibu. Hal ini dapat membantu saya membayangkan tentang per­masalahannya dan memberikan saran. Namun karena ibu menyebutkan bahwa putri ibu telah berpacaran selama hampir 3 tahun dan keluarga sudah saling menyetaujui saya kira usia putri ibu tidak lagi remaja. Baiklah ibu langsung saja pada bebe- rapa hal yang dapat ibu lakukan.
Dalam hal ini sebaiknya sebagai orangtua ada baiknya kita bersikap tenang, tidak menjadi ikut sedih atau marah. (tidak terpengaruh kondisi putri ibu). Karena pada saat ini ada beberapa perasaan yang berbaur dalam diri putri ibu, seperti sedih, perasaan tidak menerima kejadian yang terjadi, merasa tidak berdaya atau putus asa dan lain-lain. Sehingga apa yang dilakukan keluarga dengan menghibur dan tidak membiar­kan putri ibu sendiri juga baik dilakukan. Karena dengan demikian ibu bisa mulai mengajaknya berbicara dari hati ke hati. Pertama memang akan susah. Karena perasaan sedih dan putus asa membuat putri ibu semakin tertutup (enggan berbicara).
Bila memungkinkan ajaklah putri ibu berdoa bersama (bila memungkinkan berdoa bersama keluarga). Dalam doa bersama keluarga, setiap anggota keluarga akan mengungkapkan doa mas­ing-masing yang saling menguatkan. Hal ini akan membuka pikiran putri ibu untuk merasakan kasih dan perhatian keluarga padanya.
Bila kondisi putri ibu sudah lebih tenang , baru­lah mencoba untuk mengetahui permasalahan yang sebenarnya terjadi pada putri ibu. Hal ini­pun tidak mudah , karena sebagai orangtua kita tentu akan berpandangan berat sebelah. Sehingga berusahalah netral dalam menghadapi perma­salahan yang terjadi diantara pasangan kekasih tersebut. Bila memungkinkan ajaklah putri ibu untuk mengutarakan permasalahan dan mencari pemecahannya bersama anggota keluarga yang lain. (ayah, kakak atau adik). Agar dapat meman­dang permasalahan yang dialami secara lebih jernih.
Demikian ibu jawaban dari saya. Mudah-mu­dahnya saran ini dapat sedikit membantu ibu.
Berkah Dalem

No 4, 1 Juni 2013
Yang Terkasih Ibu Pengasuh
Perkenalkan Ibu pengasuh, saya seorang ibu dari 2 anak dewasa. Saat ini saya berusia hampir 55 tahun. Permasalahan saya, akhir-akhir ini saya merasa hubungan saya dengan kedua anak saya tidak seerat dulu lagi. Pada mulanya saya sering merasa kurang sehat, karena sering sakit kepala dan haid kurang lancar dan akhirnya pada usia 53 tahun berhenti (mungkin menopause). Bila saya ungkapkan perasaan saya kepada kedua anak saya, menurut saya mereka seakan tidak peduli. Mereka mengatakan “Biasa bu, ibu sekarang bertambah usianya dan kesehatan ibu menurun.”  Mereka juga lebih sibuk dengan kegiatan mereka. Hal ini membuat saya merasa ditinggalkan. Bila hal ini saya diskusikan dengan suami, suami hanya tersenyum dan tidak memberi solusi yang melegakan. Mohon saran ibu. Terima kasih banyak. Berkah Dalem.
Ibu Ida.
Yang terkasih Ibu Ida,
Pertama saya mengucapkan terima kasih atas perhatian Ibu untuk kolom konsultasi psikologi Kunci.
Membaca surat Ibu, saya dapat merasakan kegelisahan yang Ibu alami. Dalam usia lima puluhan seorang ibu memang menghadapi berbagai permasalahan yang “mungkin saja” akan menimbulkan dampak secara psikologis. Pada usia lima puluhan kebanyakan wanita menghadapi masa menopause (demikian juga hal yang terjadi pada diri Ibu).
Menurut para ahli masa menopause atau menjelang menopause disertai dengan berbagai dampak fisik dan psikologis pada wanita, antara lain seperti sering terbangun pada malam hari disebabkan tiba-tiba merasa....

igin tahu lebih banyak lagi tentang KONSULTASI Kunci bisa Download Disini atau Download Disana atau juga bisa Disini saja

OPINI KUNCI

No. 1 : 15 April 2013.
Bergembiralah Para Fransiskus Oleh: FA. Wiranto (Lingk St Yusuf Mangunharjo 1)

Banyak orang menyatakan surprise ketika Kardinal Jorge Mario Bergoglio, SJ terpilih sebagai paus. Bergoglio, seorang Kardinal dari Buenos Aires adalah kardinal dari ordo Jesuit pertama kali yang terpilih menjadi paus yang ke-266.
Sebagai seorang pemimpin dunia dengan pengikut paling banyak, Paus Franciscus I memiliki sederet catatan kehebatan, dan hebatnya, kehebatan tersebut selalu dikaitkan dengan sikap kesederhanaannya. Misalnya, ketika akan memberikan berkat kepausan yang pertama, dia minta jemaat mendoakannya terlebih dulu, sebelum kemudian membagikan berkat Tuhan itu kembali kepada seluruh jemaat. Dia selalu menyetir mobilnya sendiri dan juga memasak makanannya sendiri. Dia juga memilih tinggal di rumah yang sederhana bukan di istana kepausan dengan alasan agar bisa selalu bertemu dengan jemaat. Lalu menelpon sendiri agen koran untuk mengatakan berhenti berlangganan koran karena tidak lagi tinggal di Buenos Aires. Dan masih panjang cerita tentang kesederhanaan dan kerendahan hati yang ingin dia bagikan kepada sesama. Kerendahan hati itu tampaknya diinspirasi oleh kesederhanaan Santo Fransiscus Asisi. Maka dia memilih nama Fransiscus.
Mengingat nama Santo Fransiscus baru pertama kali ini dipakai oleh seorang paus, ada kebanggaan yang sangat khusus pada para pemakai nama pelindung Fransiscus. Apalagi teladan yang dikabarkan ke seluruh dunia adalah kesederhanaan dan kerendahan hati yang mampu memberikan kembali makna pada tindak-tindak kesederhanaan yang dilakukan setiap hari, yang sepertinya pada zaman ini semakinluruh.
Setiap misa kudus nama Fransiscus selalu disebut di dalam doa Syukur Agung, dan penyebutan nama itu memberikan dampak magis di dalam hati. Kita serasa selalu didoakan secara khusus oleh seluruh umat Katolik di dunia setiap hari dan setiap saat. Saya sendiri merasakan penyebutan nama permandian ini mendatangkan berkah yang berlimpah-limpah.
Sebuah pertanyaan nakal, sebetulnya yang dimaksud sebagai Fransiscus oleh Bapa Suci itu Fransiscus Asisi (FA) atau Fransiscus Xaverius (FX)? Artinya, siapa yang boleh atau lebih berhak nebeng berkah dari penyebutan nama itu?
Seorang teman yang memiliki informasi kuat tentang kepausan mengatakan, Paus Fransiscus I meniru hidup sederhana dari Franciscus Asisi dan memiliki visi ke depan seperti Franciscus Xaverius. Jadi, semua Fransiscus, bahkan semua orang boleh menggunakan momentum misa kudus sebagai momentum penuh berkat.**

Nomor 2, 1 Mei 2013
Mengapa Perlu Membaca? Oleh: FA. Wiranto (Lingk St Yusus Mangunharjo 1)
da orang yang berpendapat bahwa obyek membaca tidak harus buku. Ketika seorang petani menghitung masa tanam atau masa panen, keti­ka nelayan mengamati cuaca untuk memutuskan berangkat menangkap ikan atau tidak, atau ketika seorang anak kecil lapar lalu menangis, sudah termasuk kegiatan membaca. Memba­ca di sini berkaitan dengan gejala alam semes­ta. Maka penganut paham ini percaya bahwa membaca itu bukan dominasi manusia. Seekor harimau yang menangkap gelagat bahaya lalu menyelamatkan diri, seekor serigala yang men­cium bau mangsa di kejauhan lalu memburunya juga dapat diartikan sebagai membaca.
Membaca dalam pengertian umum-ilmiah lain lagi. Membaca di sini merupakan aktivitas yang bukan sekedar melibatkan syaraf mata melaink­an melibatkan proses rumit dan majemuk di da­lam otak manusia dalam empat tahap. Ke-em­pat tahap tersebut adalah: persepsi, memahami, menanggapi, dan mengintegrasikan.
Persepsi artinya kemampuan untuk menangkap makna dalam kesatuan kata. Memahami berarti kemampuan untuk menemukan konsep kata se­bagaimana yang terbaca dalam teks. Menang­gapi yaitu memberi penilaian tentang hal yang diungkapkan penulisnya. Mengintegrasikan yaitu kemampuan memadukan konsep atau ide dari bahan yang dibaca menjadi bagian pengala­man hidup yang bermanfaat bagi kehidupan prib­adi (Soelistia dalam Perpustakaan Menjawab Tantangan Zaman, hal. 42). Setiap kali membaca otak aktif bekerja secara simultan (ber­sama-sama) dalam proses empat tahap tersebut.
Sayangnya kebiasaan membaca tidak datang dengan sendirinya melainkan harus terus dilatih dan dilakukan. Berbagai penelitian menyebutkan, bila pembiasaan ini dimulai sejak masih usia dini anak akan memiliki minat baca tinggi, budaya berpikir kuat. Membaca juga dapat mengem­bangkan fungsi otak kanan yang membentuk ma­nusia memiliki kepekaan, kejujuran, jiwa estetika dan berpikir logis.
Format bacaan pun terus berkembang baik dalam bentuk tercetak maupun non-cetak (elektronik, audio-visual) seiring perkembangan teknolo­gi. Kegiatan membaca terus berlangsung meski peran buku konvensional (tercetak) sudah mulai bergeser akibat perkembangan teknologi infor­masi. Karena melalui membaca wawasan dan pengetahuan kita terus bertambah luas. Den­gan membaca kita dapat mengikuti informasi perkembangan dunia.
Membaca ibarat olahraga otak. Dengan memba­ca otak kita terus disegarkan sehingga tetap ber­fungsi optimal. Mari terus membaca!!**

Nomor 3, 15 Mei 2013
Bahasa Kasih, Bahasa Asing
 Oleh: FX Gerdy Prabowo (Lingk St Yusuf Mangunharjo 2)

Konon, pada awalnya Allah men-ciptakan umat manusia dalam satu bahasa, bukan bahasa Inggris, bukan bahasa Jepang, bukan bahasa Melayu, apalagi bahasa Jawa. Bukan! Bahasa yang ada adalah bahasa kasih. Tidak ada kata-kata dalam bahasa kasih, yang ada hanya ekspresi wajah seperti senyuman dan anggukan saja.
Bayangkan, dulu bahasa itu diguna-kan semua orang mulai dari bayi sampai para lanjut usia. Anehnya walaupun tanpa kata-kata semua orang dapat saling memahami karena ketika berbicara mereka harus saling memandang dan mengguna-kan hati serta perasaannya untuk saling berbicara dan mendengar-kan. Itulah yang terjadi ketika seorang ibu menggendong anaknya yang masih bayi, sang ibu me-mahami keinginan anaknya walau hanya melihat ekspresi wajahnya. Dan sang anak mengungkapkan terimakasih pada sang bunda hanya dengan senyum-an dan pelukan eratnya. Dunia saat itu adalah dunia yang hening tapi penuh kasih.
Tetapi, manusia tidak puas, itu sifat kita, bukan? Kita tahu bahasa kasih kemudian dianggap tidak praktis, ber-komunikasi hanya dengan senyuman dianggap menimbulkan salah paham dan bahkan kurang sehat karena terlalu banyak senyum bagi sebagian orang justru menunjukkan jiwa yang sakit. Maka manusia menciptakan bahasa lisan untuk melengkapi bahasa kasih.
Kata-kata lisan diciptakan, disusun dan dirangkai lalu juga dituliskan untuk menyampaikan maksud tertentu. Semula manusia hanya menciptakan kata-kata yang indah untuk menyatakan kasih pada sesamanya tetapi semakin lama semakin banyak kata-kata tercipta, tidak semua kata mengekspresikan bahasa kasih. Maka kata-kata memenuhi ruangan, memenuhi lembar-lembar kertas, memenuhi lamunan-lamunan. Inflasi kata-kata.
Dunia yang hening kini berubah riuh dengan bahasa lisan dan tulisan. Manusia tidak lagi mendengarkan dengan hati dan perasaan tetapi dengan telinga dan nalar-nya. Kata-kata memungkinkan manusia berkomunikasi tanpa harus saling memandang. Lalu, manusia menyadari bahwa ternyata  kata-kata juga bisa jadi senjata, awalnya untuk membela diri tetapi bila perlu bisa  dipakai untuk merobek, menusuk, melukai bahkan membunuh.
Jangan percaya cerita di atas, itu khan cuma konon, belum tentu benar. Tapi cerita tentang bahasa kasih itu  menjadi sebuah ideal bagi komunitas kristiani, para murid Yesus. Bahasa kasih jadi sesuatu yang indah yang ingin kita rasakan dan kita rayakan.
Paulus mengatakan bahwa bahasa kasih adalah bahasa sikap hidup: sabar, murah hati, tidak sombong, tidak pemarah, tidak pendendam, menerima dan me-nyimpan segala sesuatu ... Mungkin suatu saat nanti kata-kata akan hilang, kalimat-kalimat jadi tak bermakna dan suara-suara akan lenyap. Dunia kembali menjadi hening dan manusia berpaling lagi ke bahasa kasih. Tak perlu lagi diksi, tak perlu lagi puisi dan sajak-sajak, tidak perlu lagi kata-kata indah berbunga-bunga. Cukup senyuman dan pelukan erat.
Selamat merayakan
Hari Komunikasi Sedunia.


Nomor 4, 1 Juni 2013
Dukungan Gereja
Terhadap Upaya Pemberian ASI Eksklusif
Oleh: Elisabet S.A Widyastuti (Lingk Santa Maria BKJ-1)

Air susu ibu (ASI) adalah nutrisi terbaik yang Tuhan sediakan untuk bayi. Tidak ada susu pengganti yang sebaik ASI. Sesuai dengan anjuran Badan Kesehatan Dunia, WHO, pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan kepada bayi mempunyai manfaat yang besar untuk kesehatan dan kecerdasan anak. Melalui PP nomor 33 tahun 2012, pemerintah telah mengatur pemberian ASI eksklusif.
Namun hasil sensus penduduk tahun 2010 dilaporkan baru 33,6% bayi yang mendapatkan ASI eksklusif. Sedangkan di Kota Semarang baru 49% bayi yang mendapat ASI eksklusif pada tahun 2011. Butuh banyak dukungan dari berbagai pihak untuk mengampanyekan pemberian ASI eksklusif, agar semakin banyak anak yang mendapatkan haknya.

ingin tahu opini kunci yang lainnya bisa download disini atau Download disini apalagi bisa atau di Disini juga bisa

WACANA

WACANA

No. 6, 1 Juli 2013
Berdoa: Mengalir dalam Kehendak Allah
Oleh Adrianus Suaryanto (umat Lingk. St. Vincntius Sambiroto)

Setiap orang apapun agamanya atau apa-pun imannya pasti tidak lepas dari kehidupan doa, entah dilakukan lima kali sehari dalam sepanjang hidupnya atau hanya berdoa jika perlu dan dalam situasi kepepet. Yang jelas doa sudah menjadi bagian dari hidup orang beragama atau beriman di belahan bumi manapun. Bahkan ada juga orang yang mengatakan bahwa seluruh hidupnya merupakan perjalanan doanya.
Meskipun demikian tidak sedikit orang yang mengalami frustasi karena doa yang dilakukan tidak banyak membawa perubahan dalam hidupnya dan apabila dibandingkan dengan mereka yang tampaknya jarang berdoa, ternyata kualitas hidup mereka lebih baik daripada yang sering berdoa. Lalu di mana salahnya?
Marilah kita bersama-sama menelusuri perjalanan doa kita  dengan mencermati beberapa hal berikut ini. Siapa tahu ada yang nyambung dan menjadi stimulus yang dapat men-dorong terjadinya perbaikan serta peningkatan kualitas doa kita bersama.

Doa Berpijak pada Keseharian
Pertama-tama, doa itu mestinya berangkat dari rasa  syukur, kekaguman, ketakjuban dan terima kasih yang luar biasa, karena Allah Yang Mahapencipta, Mahakudus  dan Tak Terbatas  begitu peduli, begitu dekat,  begitu mende-ngarkan, begitu sabar memperhatikan  makhluk ciptaanNYA. Yang Maha-takterbatas mendekatkan diri sangat dekat sekali dengan yang serbaterbatas bahkan melingkupi kita, lebih dekat dari udara yang kita hirup, ataupun kedekatan kita dengan diri kita sendiri . Dan di dalam situasi doa seperti ini kita sebenarnya dituntun mengalir di dalam Daya Hidup Ilahi.
Doa Kristiani yang mengalir dalam Daya Hidup Ilahi senantiasa merupakan Doa Trinitarian. Kita berdoa kepada Bapa dalam Putra melalui Roh Kudus yang menyemangati dan menggerakkan kita menyatu dalam Aliran KasihNya yang luar biasa. Dalam bahasa Jawa Adoh tanpa wilangan cedak tanpa senggolan. “Jika seorang mengasihi Aku, ia akan menuruti firmanKu dan BapaKu akan mengasihi dia dan Kami akan datang kepadanya dan diam bersama-sama dengan dia “ (Yoh 14-23)
Kedua, doa adalah membuka diri terhadap Allah secara utuh sejak mulai dari hati, pikiran, perasaan dan tindakan melalui  relaksasi seluruh tubuh, membuka tangan sebagai tanda menerima kehadiran serta menyatukan diri dengan Allah yang semakin dekat merasuki kehidupan kita. Hembusan nafasNya yang lembut mengalir ke seluruh bagian tubuh kita. Kehadiran-Nya memberikan keteduhan, ketenangan dan keheningan mengalir meresapi dan merefleksi kembali jejak-jejak kehidupan kita dalam keseharian yang telah kita lalui bersama dengan Allah sendiri yang menuntun kita menemukan nilai-nilai baru dalam kehidupan kita, sehingga kita boleh mengalami pencerahan dan nilai-nilai baru, sekaligus pemerdekaan. (“Hanya dekat dengan Allah saja aku tenang, daripada Nyalah keselamatanku” – Mzm 26 : 2).
Ketiga, di dalam doa kita mengarahkan diri kita pada kesadaran penuh bahwa kita sedang duduk dalam posisi tegak (‘padma’ atau ‘intan’ dengan posisi tangan terbuka menghadap ke atas), secara santai (tidak tegang) dengan irama hembusan dan tarikan nafas secara lembut, halus, teratur untuk membuka diri bersiap  berko-munikasi dengan Tuhan dalam keheningan, dan apa mendengarkan saja yang dikatakan Tuhan tentang diri kita di dalam getaran hati dan keheningan. Pada situasi seperti inilah orang mengawali komunikasi dengan Tuhan melalui kesadaran penuh akan keberadaannya di tengah-tengah pusaran dan interaksi dengan sesama dalam praktik hidup yang dialaminya dimana refleksi atas semua perbuatan keseharian direnungkan, dicermati kaitannya yang satu dengan yang lain dan diarahkan, diserahkan sepenuhnya kepada dan di dalam tangan Tuhan, Sang Pencipta, Pemilik, Pemelihara dan Pengembang kehidupan; ada kerelaan dan syukur yang mengalir secara kuat dalam tarikan Roh mengarah kepada pemurnian hidup melaju dalam misteri Tuhan. Yang terasa kemudian adalah luapan kegembiraan karena hati berkobar-kobar menggapai keberadaan Tuhan yang bersemayam dalam dirinya. Kegelisahan, kebimbangan dan  ketakutan berangsur-angsur sirna berganti dengan rasa damai yang mendalam. Orang tidak sedang berada di awang-awang tetapi berpijak pada kehidupan nyata yang digerakkan oleh Roh dan mengarah kepenuhannya di dalam Tuhan.

Doa adalah Gerakan Cinta
Kita berdoa bukanlah karena semata-mata perintah atau kewajiban apalagi kepepet melainkan tarikan cinta kasih Tuhan sendiri yang menggerakkan dan mengalir dalam kehidupan kita, mengungkapkan kerinduan, syukur dan apa saja yang kita rasakan. Sehingga doa mestinya berisi ungkapan yang memuliakan Tuhan dan syukur atas semua peristiwa kehidupan yang kita alami, juga ketika kita sedang berada didalam kesulitan dan ketidakberdayaan.
Doa juga menjadi kerinduan akan pertemuan dengan Tuhan dalam situasi apapun, menembus batas waktu dan seluruh kesibukan dan Tuhan hadir dengan sejuta wajah yang begitu akrab dengan kita. Cinta yang mengalir dalam doa inilah yang meningkatkan kualitas doa kita, karena Tuhan menjadi nyata dan hdup dalam hati, jiwa, pikiran dan perasaan kita menguatkan harapan menjadi kenyataan yang luar biasa dan belum pernah kita bayangkan. Dalam hal ini tampak nyata bahwa mereka berdoa utamanya bukan karena permohonan ingin dikabulkan tetapi “mengalirkan dan  menyatukan cinta manusia dan Cinta Allah dalam kehidupan nyata.”
Dengan demikian buah cinta yang manunggal ini adalah syukur, kegembiraan, pencerahan, perkembangan, dan hidup dalam kelimpahan berkat Allah yang luar biasa. Maka sebenarnya-lah tidak ada doa yang tidak dikabulkan, tetapi doa kita sedang diluruskan, dibentuk, disempur-nakan oleh Tuhan, supaya buah doa itu akan menjadi wajah perkembangan dan berkat bagi yang bersangkutan dan sesama.

Doa adalah Perjalanan Salib Hidup
Apabila kita berdiri tegak lurus  dengan tangan kiri-kanan terentang maka tubuh kita akan membentuk salib. Pengertian secara kreatif adalah, ”Kita manusia hidup dan berpijak kuat di bumi dengan kaki dan seluruh tubuh, hati, budi, jiwa dan pikiran kita terentang kepada Allah di Surga dan tangan kita terentang, terbuka dan siap sedia membantu dan berkembang bersama sesama” sehingga disadari atau tidak, seluruh perjalan hidup manusia adalah perjalanan salib.
Manusia yang menolak salib adalah manusia yang menolak hakekat keberadaannya sebagai manusia, dan bisa jadi akan terperosok kepada naluri dan sifat yang bukan manusia, sehingga kesadaran diri manusia sebagai salib hidup ini akan mem osisikan manusia di antara langit bumi dan lingkungannya. Tatkala berdoa dia tidak sedang memenjarakan Tuhan dalam pikiran dan permohonannya melainkan memandang Allah yang begitu luar biasa dalam kedekatannnya dengan manusia: Allah yang mengerti-meresapi dan mengendalikan, Allah yang Agung yang mengatasi semua keterbatasan dan Maha-pemberi. Ia Mahacinta, Maha-adil, Mahabaik dan mengetahui segala.
Maka di dalam “Doa sebagai Perjalanan Salib Hidup,” pada tahap awal kita diajak meresapi, meyakini dan memuliakan keberadaan Allah secara benar dengan segala ke MahaanNya, utamanya cinta kasihNya yang menghidupi, memelihara, menguatkan, mengembangkan, mengampuni dan menyempurnakan manusia ciptaanNya. Kemudian kita diajak mensyukuri keberadaan kita di bumi dengan segala talenta dan karunia yang diberikan oleh Allah  untuk digunakan menata, mengolah, meningkatkan dan mengembangkan hidup dan lingkunganya, dan selanjutnya membagikan apa saja yang telah kita peroleh.
Maka ketika kita berdoa struktur doanya adalah sebagai berikut,
Memuliakan Allah dengan segala keluarbiasaanNya dan Cinta KasihNya yang Kudus dan tak terbatas
Mensyukuri keberadaan kita dengan seluruh karunia dan talenta yang menjadikan kita layak menjadi mitra Tuhan dalam mengolah dan mengelola kehidupan bersama dibumi
Memohon kepada Tuhan bagi perkembangan, perdamaian dan kesejahteraan sesama
Memohon kepada Tuhan untuk perkemba-ngan diri kita secara spesifik
Di dalam doa ini kita diajak oleh Tuhan untuk menjadi rendah hati, tulus, membangun keseimbangan yang membawa perkembangan bagi semuanya, melalui cara-keluar menembus ego dan keterbatasan kita, memuliakan dan melayani Allah dan sesama dalam kehidupan.

Bahan Permenungan
Sekurang-kurangnya dengan mencermati tiga hal utama dalam berdoa: 1) Doa Berpijak kepada Kehidupan; 2) Doa adalah Gerakan Cinta dan 3) Doa adalah Perjalanan Salib Hidup, kita semakin menyadari bahwa doa bukanlah sekedar permohonan individu tetapi juga relasi sosial yang mendalam diliputi cinta kasih dan syukur kepada Tuhan dan sesama. Sehingga masalah-nya sekarang bukanlah  beradu argumen tentang doa kita dikabulkan atau tidak dikabulkan,  melainkan apakah Doa kita sudah Mengalir dalam Kehendak Allah” atau doa kita orientasinya adalah diri kita sendiri!!
Marilah kita bersama merefleksi doa-doa yang kita panjatkan, mudah-mudahan doa itu tidak berhenti pada diri kita tetapi mengalir dan membawa perkembangan bagi sesama  serta makin menguatkan cinta kasih kita kepada Tuhan, sesama  dan seluruh alam ciptaan.  Hal ini sejalan dengan apa yang telah  dinyatakan secara lugas oleh Paus Fransiskus bahwa doa baru akan mencapai kepenuhannya sebagai ungkapan iman, jika didagingkan, dijelmakan dalam aksi nyata, sebagaimana “Sabda telah menjadi Daging” melalui mencintai dan melayani orang-orang papa siapapun mereka dan dimana-pun mereka berada. **


Desa Intan Semarang , 23/6/2013

ingin tahu kelanjutan wacana kunci. bisa Download Disini atau Download Disini atau Download disini