Minggu, 15 September 2013

WACANA

WACANA

No. 6, 1 Juli 2013
Berdoa: Mengalir dalam Kehendak Allah
Oleh Adrianus Suaryanto (umat Lingk. St. Vincntius Sambiroto)

Setiap orang apapun agamanya atau apa-pun imannya pasti tidak lepas dari kehidupan doa, entah dilakukan lima kali sehari dalam sepanjang hidupnya atau hanya berdoa jika perlu dan dalam situasi kepepet. Yang jelas doa sudah menjadi bagian dari hidup orang beragama atau beriman di belahan bumi manapun. Bahkan ada juga orang yang mengatakan bahwa seluruh hidupnya merupakan perjalanan doanya.
Meskipun demikian tidak sedikit orang yang mengalami frustasi karena doa yang dilakukan tidak banyak membawa perubahan dalam hidupnya dan apabila dibandingkan dengan mereka yang tampaknya jarang berdoa, ternyata kualitas hidup mereka lebih baik daripada yang sering berdoa. Lalu di mana salahnya?
Marilah kita bersama-sama menelusuri perjalanan doa kita  dengan mencermati beberapa hal berikut ini. Siapa tahu ada yang nyambung dan menjadi stimulus yang dapat men-dorong terjadinya perbaikan serta peningkatan kualitas doa kita bersama.

Doa Berpijak pada Keseharian
Pertama-tama, doa itu mestinya berangkat dari rasa  syukur, kekaguman, ketakjuban dan terima kasih yang luar biasa, karena Allah Yang Mahapencipta, Mahakudus  dan Tak Terbatas  begitu peduli, begitu dekat,  begitu mende-ngarkan, begitu sabar memperhatikan  makhluk ciptaanNYA. Yang Maha-takterbatas mendekatkan diri sangat dekat sekali dengan yang serbaterbatas bahkan melingkupi kita, lebih dekat dari udara yang kita hirup, ataupun kedekatan kita dengan diri kita sendiri . Dan di dalam situasi doa seperti ini kita sebenarnya dituntun mengalir di dalam Daya Hidup Ilahi.
Doa Kristiani yang mengalir dalam Daya Hidup Ilahi senantiasa merupakan Doa Trinitarian. Kita berdoa kepada Bapa dalam Putra melalui Roh Kudus yang menyemangati dan menggerakkan kita menyatu dalam Aliran KasihNya yang luar biasa. Dalam bahasa Jawa Adoh tanpa wilangan cedak tanpa senggolan. “Jika seorang mengasihi Aku, ia akan menuruti firmanKu dan BapaKu akan mengasihi dia dan Kami akan datang kepadanya dan diam bersama-sama dengan dia “ (Yoh 14-23)
Kedua, doa adalah membuka diri terhadap Allah secara utuh sejak mulai dari hati, pikiran, perasaan dan tindakan melalui  relaksasi seluruh tubuh, membuka tangan sebagai tanda menerima kehadiran serta menyatukan diri dengan Allah yang semakin dekat merasuki kehidupan kita. Hembusan nafasNya yang lembut mengalir ke seluruh bagian tubuh kita. Kehadiran-Nya memberikan keteduhan, ketenangan dan keheningan mengalir meresapi dan merefleksi kembali jejak-jejak kehidupan kita dalam keseharian yang telah kita lalui bersama dengan Allah sendiri yang menuntun kita menemukan nilai-nilai baru dalam kehidupan kita, sehingga kita boleh mengalami pencerahan dan nilai-nilai baru, sekaligus pemerdekaan. (“Hanya dekat dengan Allah saja aku tenang, daripada Nyalah keselamatanku” – Mzm 26 : 2).
Ketiga, di dalam doa kita mengarahkan diri kita pada kesadaran penuh bahwa kita sedang duduk dalam posisi tegak (‘padma’ atau ‘intan’ dengan posisi tangan terbuka menghadap ke atas), secara santai (tidak tegang) dengan irama hembusan dan tarikan nafas secara lembut, halus, teratur untuk membuka diri bersiap  berko-munikasi dengan Tuhan dalam keheningan, dan apa mendengarkan saja yang dikatakan Tuhan tentang diri kita di dalam getaran hati dan keheningan. Pada situasi seperti inilah orang mengawali komunikasi dengan Tuhan melalui kesadaran penuh akan keberadaannya di tengah-tengah pusaran dan interaksi dengan sesama dalam praktik hidup yang dialaminya dimana refleksi atas semua perbuatan keseharian direnungkan, dicermati kaitannya yang satu dengan yang lain dan diarahkan, diserahkan sepenuhnya kepada dan di dalam tangan Tuhan, Sang Pencipta, Pemilik, Pemelihara dan Pengembang kehidupan; ada kerelaan dan syukur yang mengalir secara kuat dalam tarikan Roh mengarah kepada pemurnian hidup melaju dalam misteri Tuhan. Yang terasa kemudian adalah luapan kegembiraan karena hati berkobar-kobar menggapai keberadaan Tuhan yang bersemayam dalam dirinya. Kegelisahan, kebimbangan dan  ketakutan berangsur-angsur sirna berganti dengan rasa damai yang mendalam. Orang tidak sedang berada di awang-awang tetapi berpijak pada kehidupan nyata yang digerakkan oleh Roh dan mengarah kepenuhannya di dalam Tuhan.

Doa adalah Gerakan Cinta
Kita berdoa bukanlah karena semata-mata perintah atau kewajiban apalagi kepepet melainkan tarikan cinta kasih Tuhan sendiri yang menggerakkan dan mengalir dalam kehidupan kita, mengungkapkan kerinduan, syukur dan apa saja yang kita rasakan. Sehingga doa mestinya berisi ungkapan yang memuliakan Tuhan dan syukur atas semua peristiwa kehidupan yang kita alami, juga ketika kita sedang berada didalam kesulitan dan ketidakberdayaan.
Doa juga menjadi kerinduan akan pertemuan dengan Tuhan dalam situasi apapun, menembus batas waktu dan seluruh kesibukan dan Tuhan hadir dengan sejuta wajah yang begitu akrab dengan kita. Cinta yang mengalir dalam doa inilah yang meningkatkan kualitas doa kita, karena Tuhan menjadi nyata dan hdup dalam hati, jiwa, pikiran dan perasaan kita menguatkan harapan menjadi kenyataan yang luar biasa dan belum pernah kita bayangkan. Dalam hal ini tampak nyata bahwa mereka berdoa utamanya bukan karena permohonan ingin dikabulkan tetapi “mengalirkan dan  menyatukan cinta manusia dan Cinta Allah dalam kehidupan nyata.”
Dengan demikian buah cinta yang manunggal ini adalah syukur, kegembiraan, pencerahan, perkembangan, dan hidup dalam kelimpahan berkat Allah yang luar biasa. Maka sebenarnya-lah tidak ada doa yang tidak dikabulkan, tetapi doa kita sedang diluruskan, dibentuk, disempur-nakan oleh Tuhan, supaya buah doa itu akan menjadi wajah perkembangan dan berkat bagi yang bersangkutan dan sesama.

Doa adalah Perjalanan Salib Hidup
Apabila kita berdiri tegak lurus  dengan tangan kiri-kanan terentang maka tubuh kita akan membentuk salib. Pengertian secara kreatif adalah, ”Kita manusia hidup dan berpijak kuat di bumi dengan kaki dan seluruh tubuh, hati, budi, jiwa dan pikiran kita terentang kepada Allah di Surga dan tangan kita terentang, terbuka dan siap sedia membantu dan berkembang bersama sesama” sehingga disadari atau tidak, seluruh perjalan hidup manusia adalah perjalanan salib.
Manusia yang menolak salib adalah manusia yang menolak hakekat keberadaannya sebagai manusia, dan bisa jadi akan terperosok kepada naluri dan sifat yang bukan manusia, sehingga kesadaran diri manusia sebagai salib hidup ini akan mem osisikan manusia di antara langit bumi dan lingkungannya. Tatkala berdoa dia tidak sedang memenjarakan Tuhan dalam pikiran dan permohonannya melainkan memandang Allah yang begitu luar biasa dalam kedekatannnya dengan manusia: Allah yang mengerti-meresapi dan mengendalikan, Allah yang Agung yang mengatasi semua keterbatasan dan Maha-pemberi. Ia Mahacinta, Maha-adil, Mahabaik dan mengetahui segala.
Maka di dalam “Doa sebagai Perjalanan Salib Hidup,” pada tahap awal kita diajak meresapi, meyakini dan memuliakan keberadaan Allah secara benar dengan segala ke MahaanNya, utamanya cinta kasihNya yang menghidupi, memelihara, menguatkan, mengembangkan, mengampuni dan menyempurnakan manusia ciptaanNya. Kemudian kita diajak mensyukuri keberadaan kita di bumi dengan segala talenta dan karunia yang diberikan oleh Allah  untuk digunakan menata, mengolah, meningkatkan dan mengembangkan hidup dan lingkunganya, dan selanjutnya membagikan apa saja yang telah kita peroleh.
Maka ketika kita berdoa struktur doanya adalah sebagai berikut,
Memuliakan Allah dengan segala keluarbiasaanNya dan Cinta KasihNya yang Kudus dan tak terbatas
Mensyukuri keberadaan kita dengan seluruh karunia dan talenta yang menjadikan kita layak menjadi mitra Tuhan dalam mengolah dan mengelola kehidupan bersama dibumi
Memohon kepada Tuhan bagi perkembangan, perdamaian dan kesejahteraan sesama
Memohon kepada Tuhan untuk perkemba-ngan diri kita secara spesifik
Di dalam doa ini kita diajak oleh Tuhan untuk menjadi rendah hati, tulus, membangun keseimbangan yang membawa perkembangan bagi semuanya, melalui cara-keluar menembus ego dan keterbatasan kita, memuliakan dan melayani Allah dan sesama dalam kehidupan.

Bahan Permenungan
Sekurang-kurangnya dengan mencermati tiga hal utama dalam berdoa: 1) Doa Berpijak kepada Kehidupan; 2) Doa adalah Gerakan Cinta dan 3) Doa adalah Perjalanan Salib Hidup, kita semakin menyadari bahwa doa bukanlah sekedar permohonan individu tetapi juga relasi sosial yang mendalam diliputi cinta kasih dan syukur kepada Tuhan dan sesama. Sehingga masalah-nya sekarang bukanlah  beradu argumen tentang doa kita dikabulkan atau tidak dikabulkan,  melainkan apakah Doa kita sudah Mengalir dalam Kehendak Allah” atau doa kita orientasinya adalah diri kita sendiri!!
Marilah kita bersama merefleksi doa-doa yang kita panjatkan, mudah-mudahan doa itu tidak berhenti pada diri kita tetapi mengalir dan membawa perkembangan bagi sesama  serta makin menguatkan cinta kasih kita kepada Tuhan, sesama  dan seluruh alam ciptaan.  Hal ini sejalan dengan apa yang telah  dinyatakan secara lugas oleh Paus Fransiskus bahwa doa baru akan mencapai kepenuhannya sebagai ungkapan iman, jika didagingkan, dijelmakan dalam aksi nyata, sebagaimana “Sabda telah menjadi Daging” melalui mencintai dan melayani orang-orang papa siapapun mereka dan dimana-pun mereka berada. **


Desa Intan Semarang , 23/6/2013

ingin tahu kelanjutan wacana kunci. bisa Download Disini atau Download Disini atau Download disini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar