WACANA
No.
6, 1 Juli 2013
Berdoa:
Mengalir dalam Kehendak Allah
Oleh
Adrianus Suaryanto (umat Lingk. St. Vincntius Sambiroto)
Setiap
orang apapun agamanya atau apa-pun imannya pasti tidak lepas dari kehidupan
doa, entah dilakukan lima kali sehari dalam sepanjang hidupnya atau hanya
berdoa jika perlu dan dalam situasi kepepet. Yang jelas doa sudah menjadi
bagian dari hidup orang beragama atau beriman di belahan bumi manapun. Bahkan
ada juga orang yang mengatakan bahwa seluruh hidupnya merupakan perjalanan doanya.
Meskipun
demikian tidak sedikit orang yang mengalami frustasi karena doa yang dilakukan
tidak banyak membawa perubahan dalam hidupnya dan apabila dibandingkan dengan
mereka yang tampaknya jarang berdoa, ternyata kualitas hidup mereka lebih baik
daripada yang sering berdoa. Lalu di mana salahnya?
Marilah
kita bersama-sama menelusuri perjalanan doa kita dengan mencermati beberapa hal berikut ini.
Siapa tahu ada yang nyambung dan menjadi stimulus yang dapat men-dorong
terjadinya perbaikan serta peningkatan kualitas doa kita bersama.
Doa
Berpijak pada Keseharian
Pertama-tama,
doa itu mestinya berangkat dari rasa
syukur, kekaguman, ketakjuban dan terima kasih yang luar biasa, karena
Allah Yang Mahapencipta, Mahakudus dan
Tak Terbatas begitu peduli, begitu
dekat, begitu mende-ngarkan, begitu
sabar memperhatikan makhluk ciptaanNYA.
Yang Maha-takterbatas mendekatkan diri sangat dekat sekali dengan yang
serbaterbatas bahkan melingkupi kita, lebih dekat dari udara yang kita hirup,
ataupun kedekatan kita dengan diri kita sendiri . Dan di dalam situasi doa
seperti ini kita sebenarnya dituntun mengalir di dalam Daya Hidup Ilahi.
Doa
Kristiani yang mengalir dalam Daya Hidup Ilahi senantiasa merupakan Doa
Trinitarian. Kita berdoa kepada Bapa dalam Putra melalui Roh Kudus yang
menyemangati dan menggerakkan kita menyatu dalam Aliran KasihNya yang luar
biasa. Dalam bahasa Jawa Adoh tanpa wilangan cedak tanpa senggolan.
“Jika seorang mengasihi Aku, ia akan menuruti firmanKu dan BapaKu akan
mengasihi dia dan Kami akan datang kepadanya dan diam bersama-sama dengan dia “
(Yoh 14-23)
Kedua, doa
adalah membuka diri terhadap Allah secara utuh sejak mulai dari hati, pikiran,
perasaan dan tindakan melalui relaksasi
seluruh tubuh, membuka tangan sebagai tanda menerima kehadiran serta menyatukan
diri dengan Allah yang semakin dekat merasuki kehidupan kita. Hembusan nafasNya
yang lembut mengalir ke seluruh bagian tubuh kita. Kehadiran-Nya memberikan
keteduhan, ketenangan dan keheningan mengalir meresapi dan merefleksi kembali
jejak-jejak kehidupan kita dalam keseharian yang telah kita lalui bersama
dengan Allah sendiri yang menuntun kita menemukan nilai-nilai baru dalam
kehidupan kita, sehingga kita boleh mengalami pencerahan dan nilai-nilai baru,
sekaligus pemerdekaan. (“Hanya dekat dengan Allah saja aku tenang, daripada
Nyalah keselamatanku” – Mzm 26 : 2).
Ketiga, di
dalam doa kita mengarahkan diri kita pada kesadaran penuh bahwa kita sedang
duduk dalam posisi tegak (‘padma’ atau ‘intan’ dengan posisi tangan terbuka
menghadap ke atas), secara santai (tidak tegang) dengan irama hembusan dan
tarikan nafas secara lembut, halus, teratur untuk membuka diri bersiap berko-munikasi dengan Tuhan dalam keheningan,
dan apa mendengarkan saja yang dikatakan Tuhan tentang diri kita di dalam
getaran hati dan keheningan. Pada situasi seperti inilah orang mengawali
komunikasi dengan Tuhan melalui kesadaran penuh akan keberadaannya di
tengah-tengah pusaran dan interaksi dengan sesama dalam praktik hidup yang
dialaminya dimana refleksi atas semua perbuatan keseharian direnungkan,
dicermati kaitannya yang satu dengan yang lain dan diarahkan, diserahkan
sepenuhnya kepada dan di dalam tangan Tuhan, Sang Pencipta, Pemilik, Pemelihara
dan Pengembang kehidupan; ada kerelaan dan syukur yang mengalir secara kuat
dalam tarikan Roh mengarah kepada pemurnian hidup melaju dalam misteri Tuhan.
Yang terasa kemudian adalah luapan kegembiraan karena hati berkobar-kobar
menggapai keberadaan Tuhan yang bersemayam dalam dirinya. Kegelisahan,
kebimbangan dan ketakutan
berangsur-angsur sirna berganti dengan rasa damai yang mendalam. Orang tidak
sedang berada di awang-awang tetapi berpijak pada kehidupan nyata yang
digerakkan oleh Roh dan mengarah kepenuhannya di dalam Tuhan.
Doa adalah
Gerakan Cinta
Kita
berdoa bukanlah karena semata-mata perintah atau kewajiban apalagi kepepet
melainkan tarikan cinta kasih Tuhan sendiri yang menggerakkan dan mengalir
dalam kehidupan kita, mengungkapkan kerinduan, syukur dan apa saja yang kita
rasakan. Sehingga doa mestinya berisi ungkapan yang memuliakan Tuhan dan syukur
atas semua peristiwa kehidupan yang kita alami, juga ketika kita sedang berada
didalam kesulitan dan ketidakberdayaan.
Doa juga
menjadi kerinduan akan pertemuan dengan Tuhan dalam situasi apapun, menembus
batas waktu dan seluruh kesibukan dan Tuhan hadir dengan sejuta wajah yang
begitu akrab dengan kita. Cinta yang mengalir dalam doa inilah yang
meningkatkan kualitas doa kita, karena Tuhan menjadi nyata dan hdup dalam hati,
jiwa, pikiran dan perasaan kita menguatkan harapan menjadi kenyataan yang luar
biasa dan belum pernah kita bayangkan. Dalam hal ini tampak nyata bahwa mereka
berdoa utamanya bukan karena permohonan ingin dikabulkan tetapi “mengalirkan
dan menyatukan cinta manusia dan Cinta
Allah dalam kehidupan nyata.”
Dengan
demikian buah cinta yang manunggal ini adalah syukur, kegembiraan, pencerahan,
perkembangan, dan hidup dalam kelimpahan berkat Allah yang luar biasa. Maka
sebenarnya-lah tidak ada doa yang tidak dikabulkan, tetapi doa kita sedang
diluruskan, dibentuk, disempur-nakan oleh Tuhan, supaya buah doa itu akan
menjadi wajah perkembangan dan berkat bagi yang bersangkutan dan sesama.
Doa adalah
Perjalanan Salib Hidup
Apabila
kita berdiri tegak lurus dengan tangan
kiri-kanan terentang maka tubuh kita akan membentuk salib. Pengertian secara
kreatif adalah, ”Kita manusia hidup dan berpijak kuat di bumi dengan kaki dan
seluruh tubuh, hati, budi, jiwa dan pikiran kita terentang kepada Allah di
Surga dan tangan kita terentang, terbuka dan siap sedia membantu dan berkembang
bersama sesama” sehingga disadari atau tidak, seluruh perjalan hidup manusia
adalah perjalanan salib.
Manusia
yang menolak salib adalah manusia yang menolak hakekat keberadaannya sebagai
manusia, dan bisa jadi akan terperosok kepada naluri dan sifat yang bukan
manusia, sehingga kesadaran diri manusia sebagai salib hidup ini akan mem
osisikan manusia di antara langit bumi dan lingkungannya. Tatkala berdoa dia
tidak sedang memenjarakan Tuhan dalam pikiran dan permohonannya melainkan
memandang Allah yang begitu luar biasa dalam kedekatannnya dengan manusia:
Allah yang mengerti-meresapi dan mengendalikan, Allah yang Agung yang mengatasi
semua keterbatasan dan Maha-pemberi. Ia Mahacinta, Maha-adil, Mahabaik dan
mengetahui segala.
Maka di
dalam “Doa sebagai Perjalanan Salib Hidup,” pada tahap awal kita diajak
meresapi, meyakini dan memuliakan keberadaan Allah secara benar dengan segala
ke MahaanNya, utamanya cinta kasihNya yang menghidupi, memelihara, menguatkan,
mengembangkan, mengampuni dan menyempurnakan manusia ciptaanNya. Kemudian kita
diajak mensyukuri keberadaan kita di bumi dengan segala talenta dan karunia
yang diberikan oleh Allah untuk
digunakan menata, mengolah, meningkatkan dan mengembangkan hidup dan
lingkunganya, dan selanjutnya membagikan apa saja yang telah kita peroleh.
Maka
ketika kita berdoa struktur doanya adalah sebagai berikut,
Memuliakan
Allah dengan segala keluarbiasaanNya dan Cinta KasihNya yang Kudus dan tak
terbatas
Mensyukuri
keberadaan kita dengan seluruh karunia dan talenta yang menjadikan kita layak
menjadi mitra Tuhan dalam mengolah dan mengelola kehidupan bersama dibumi
Memohon
kepada Tuhan bagi perkembangan, perdamaian dan kesejahteraan sesama
Memohon
kepada Tuhan untuk perkemba-ngan diri kita secara spesifik
Di dalam
doa ini kita diajak oleh Tuhan untuk menjadi rendah hati, tulus, membangun
keseimbangan yang membawa perkembangan bagi semuanya, melalui cara-keluar
menembus ego dan keterbatasan kita, memuliakan dan melayani Allah dan sesama
dalam kehidupan.
Bahan
Permenungan
Sekurang-kurangnya
dengan mencermati tiga hal utama dalam berdoa: 1) Doa Berpijak kepada Kehidupan;
2) Doa adalah Gerakan Cinta dan 3) Doa adalah Perjalanan Salib Hidup, kita
semakin menyadari bahwa doa bukanlah sekedar permohonan individu tetapi juga
relasi sosial yang mendalam diliputi cinta kasih dan syukur kepada Tuhan dan
sesama. Sehingga masalah-nya sekarang bukanlah
beradu argumen tentang doa kita dikabulkan atau tidak dikabulkan, melainkan apakah “Doa kita sudah
Mengalir dalam Kehendak Allah” atau doa kita orientasinya adalah diri kita
sendiri!!
Marilah
kita bersama merefleksi doa-doa yang kita panjatkan, mudah-mudahan doa itu
tidak berhenti pada diri kita tetapi mengalir dan membawa perkembangan bagi
sesama serta makin menguatkan cinta
kasih kita kepada Tuhan, sesama dan
seluruh alam ciptaan. Hal ini sejalan
dengan apa yang telah dinyatakan secara
lugas oleh Paus Fransiskus bahwa doa baru akan mencapai kepenuhannya sebagai
ungkapan iman, jika didagingkan, dijelmakan dalam aksi nyata, sebagaimana
“Sabda telah menjadi Daging” melalui mencintai dan melayani orang-orang papa
siapapun mereka dan dimana-pun mereka berada. **
Desa Intan
Semarang , 23/6/2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar