Minggu, 15 September 2013

OPINI KUNCI

No. 1 : 15 April 2013.
Bergembiralah Para Fransiskus Oleh: FA. Wiranto (Lingk St Yusuf Mangunharjo 1)

Banyak orang menyatakan surprise ketika Kardinal Jorge Mario Bergoglio, SJ terpilih sebagai paus. Bergoglio, seorang Kardinal dari Buenos Aires adalah kardinal dari ordo Jesuit pertama kali yang terpilih menjadi paus yang ke-266.
Sebagai seorang pemimpin dunia dengan pengikut paling banyak, Paus Franciscus I memiliki sederet catatan kehebatan, dan hebatnya, kehebatan tersebut selalu dikaitkan dengan sikap kesederhanaannya. Misalnya, ketika akan memberikan berkat kepausan yang pertama, dia minta jemaat mendoakannya terlebih dulu, sebelum kemudian membagikan berkat Tuhan itu kembali kepada seluruh jemaat. Dia selalu menyetir mobilnya sendiri dan juga memasak makanannya sendiri. Dia juga memilih tinggal di rumah yang sederhana bukan di istana kepausan dengan alasan agar bisa selalu bertemu dengan jemaat. Lalu menelpon sendiri agen koran untuk mengatakan berhenti berlangganan koran karena tidak lagi tinggal di Buenos Aires. Dan masih panjang cerita tentang kesederhanaan dan kerendahan hati yang ingin dia bagikan kepada sesama. Kerendahan hati itu tampaknya diinspirasi oleh kesederhanaan Santo Fransiscus Asisi. Maka dia memilih nama Fransiscus.
Mengingat nama Santo Fransiscus baru pertama kali ini dipakai oleh seorang paus, ada kebanggaan yang sangat khusus pada para pemakai nama pelindung Fransiscus. Apalagi teladan yang dikabarkan ke seluruh dunia adalah kesederhanaan dan kerendahan hati yang mampu memberikan kembali makna pada tindak-tindak kesederhanaan yang dilakukan setiap hari, yang sepertinya pada zaman ini semakinluruh.
Setiap misa kudus nama Fransiscus selalu disebut di dalam doa Syukur Agung, dan penyebutan nama itu memberikan dampak magis di dalam hati. Kita serasa selalu didoakan secara khusus oleh seluruh umat Katolik di dunia setiap hari dan setiap saat. Saya sendiri merasakan penyebutan nama permandian ini mendatangkan berkah yang berlimpah-limpah.
Sebuah pertanyaan nakal, sebetulnya yang dimaksud sebagai Fransiscus oleh Bapa Suci itu Fransiscus Asisi (FA) atau Fransiscus Xaverius (FX)? Artinya, siapa yang boleh atau lebih berhak nebeng berkah dari penyebutan nama itu?
Seorang teman yang memiliki informasi kuat tentang kepausan mengatakan, Paus Fransiscus I meniru hidup sederhana dari Franciscus Asisi dan memiliki visi ke depan seperti Franciscus Xaverius. Jadi, semua Fransiscus, bahkan semua orang boleh menggunakan momentum misa kudus sebagai momentum penuh berkat.**

Nomor 2, 1 Mei 2013
Mengapa Perlu Membaca? Oleh: FA. Wiranto (Lingk St Yusus Mangunharjo 1)
da orang yang berpendapat bahwa obyek membaca tidak harus buku. Ketika seorang petani menghitung masa tanam atau masa panen, keti­ka nelayan mengamati cuaca untuk memutuskan berangkat menangkap ikan atau tidak, atau ketika seorang anak kecil lapar lalu menangis, sudah termasuk kegiatan membaca. Memba­ca di sini berkaitan dengan gejala alam semes­ta. Maka penganut paham ini percaya bahwa membaca itu bukan dominasi manusia. Seekor harimau yang menangkap gelagat bahaya lalu menyelamatkan diri, seekor serigala yang men­cium bau mangsa di kejauhan lalu memburunya juga dapat diartikan sebagai membaca.
Membaca dalam pengertian umum-ilmiah lain lagi. Membaca di sini merupakan aktivitas yang bukan sekedar melibatkan syaraf mata melaink­an melibatkan proses rumit dan majemuk di da­lam otak manusia dalam empat tahap. Ke-em­pat tahap tersebut adalah: persepsi, memahami, menanggapi, dan mengintegrasikan.
Persepsi artinya kemampuan untuk menangkap makna dalam kesatuan kata. Memahami berarti kemampuan untuk menemukan konsep kata se­bagaimana yang terbaca dalam teks. Menang­gapi yaitu memberi penilaian tentang hal yang diungkapkan penulisnya. Mengintegrasikan yaitu kemampuan memadukan konsep atau ide dari bahan yang dibaca menjadi bagian pengala­man hidup yang bermanfaat bagi kehidupan prib­adi (Soelistia dalam Perpustakaan Menjawab Tantangan Zaman, hal. 42). Setiap kali membaca otak aktif bekerja secara simultan (ber­sama-sama) dalam proses empat tahap tersebut.
Sayangnya kebiasaan membaca tidak datang dengan sendirinya melainkan harus terus dilatih dan dilakukan. Berbagai penelitian menyebutkan, bila pembiasaan ini dimulai sejak masih usia dini anak akan memiliki minat baca tinggi, budaya berpikir kuat. Membaca juga dapat mengem­bangkan fungsi otak kanan yang membentuk ma­nusia memiliki kepekaan, kejujuran, jiwa estetika dan berpikir logis.
Format bacaan pun terus berkembang baik dalam bentuk tercetak maupun non-cetak (elektronik, audio-visual) seiring perkembangan teknolo­gi. Kegiatan membaca terus berlangsung meski peran buku konvensional (tercetak) sudah mulai bergeser akibat perkembangan teknologi infor­masi. Karena melalui membaca wawasan dan pengetahuan kita terus bertambah luas. Den­gan membaca kita dapat mengikuti informasi perkembangan dunia.
Membaca ibarat olahraga otak. Dengan memba­ca otak kita terus disegarkan sehingga tetap ber­fungsi optimal. Mari terus membaca!!**

Nomor 3, 15 Mei 2013
Bahasa Kasih, Bahasa Asing
 Oleh: FX Gerdy Prabowo (Lingk St Yusuf Mangunharjo 2)

Konon, pada awalnya Allah men-ciptakan umat manusia dalam satu bahasa, bukan bahasa Inggris, bukan bahasa Jepang, bukan bahasa Melayu, apalagi bahasa Jawa. Bukan! Bahasa yang ada adalah bahasa kasih. Tidak ada kata-kata dalam bahasa kasih, yang ada hanya ekspresi wajah seperti senyuman dan anggukan saja.
Bayangkan, dulu bahasa itu diguna-kan semua orang mulai dari bayi sampai para lanjut usia. Anehnya walaupun tanpa kata-kata semua orang dapat saling memahami karena ketika berbicara mereka harus saling memandang dan mengguna-kan hati serta perasaannya untuk saling berbicara dan mendengar-kan. Itulah yang terjadi ketika seorang ibu menggendong anaknya yang masih bayi, sang ibu me-mahami keinginan anaknya walau hanya melihat ekspresi wajahnya. Dan sang anak mengungkapkan terimakasih pada sang bunda hanya dengan senyum-an dan pelukan eratnya. Dunia saat itu adalah dunia yang hening tapi penuh kasih.
Tetapi, manusia tidak puas, itu sifat kita, bukan? Kita tahu bahasa kasih kemudian dianggap tidak praktis, ber-komunikasi hanya dengan senyuman dianggap menimbulkan salah paham dan bahkan kurang sehat karena terlalu banyak senyum bagi sebagian orang justru menunjukkan jiwa yang sakit. Maka manusia menciptakan bahasa lisan untuk melengkapi bahasa kasih.
Kata-kata lisan diciptakan, disusun dan dirangkai lalu juga dituliskan untuk menyampaikan maksud tertentu. Semula manusia hanya menciptakan kata-kata yang indah untuk menyatakan kasih pada sesamanya tetapi semakin lama semakin banyak kata-kata tercipta, tidak semua kata mengekspresikan bahasa kasih. Maka kata-kata memenuhi ruangan, memenuhi lembar-lembar kertas, memenuhi lamunan-lamunan. Inflasi kata-kata.
Dunia yang hening kini berubah riuh dengan bahasa lisan dan tulisan. Manusia tidak lagi mendengarkan dengan hati dan perasaan tetapi dengan telinga dan nalar-nya. Kata-kata memungkinkan manusia berkomunikasi tanpa harus saling memandang. Lalu, manusia menyadari bahwa ternyata  kata-kata juga bisa jadi senjata, awalnya untuk membela diri tetapi bila perlu bisa  dipakai untuk merobek, menusuk, melukai bahkan membunuh.
Jangan percaya cerita di atas, itu khan cuma konon, belum tentu benar. Tapi cerita tentang bahasa kasih itu  menjadi sebuah ideal bagi komunitas kristiani, para murid Yesus. Bahasa kasih jadi sesuatu yang indah yang ingin kita rasakan dan kita rayakan.
Paulus mengatakan bahwa bahasa kasih adalah bahasa sikap hidup: sabar, murah hati, tidak sombong, tidak pemarah, tidak pendendam, menerima dan me-nyimpan segala sesuatu ... Mungkin suatu saat nanti kata-kata akan hilang, kalimat-kalimat jadi tak bermakna dan suara-suara akan lenyap. Dunia kembali menjadi hening dan manusia berpaling lagi ke bahasa kasih. Tak perlu lagi diksi, tak perlu lagi puisi dan sajak-sajak, tidak perlu lagi kata-kata indah berbunga-bunga. Cukup senyuman dan pelukan erat.
Selamat merayakan
Hari Komunikasi Sedunia.


Nomor 4, 1 Juni 2013
Dukungan Gereja
Terhadap Upaya Pemberian ASI Eksklusif
Oleh: Elisabet S.A Widyastuti (Lingk Santa Maria BKJ-1)

Air susu ibu (ASI) adalah nutrisi terbaik yang Tuhan sediakan untuk bayi. Tidak ada susu pengganti yang sebaik ASI. Sesuai dengan anjuran Badan Kesehatan Dunia, WHO, pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan kepada bayi mempunyai manfaat yang besar untuk kesehatan dan kecerdasan anak. Melalui PP nomor 33 tahun 2012, pemerintah telah mengatur pemberian ASI eksklusif.
Namun hasil sensus penduduk tahun 2010 dilaporkan baru 33,6% bayi yang mendapatkan ASI eksklusif. Sedangkan di Kota Semarang baru 49% bayi yang mendapat ASI eksklusif pada tahun 2011. Butuh banyak dukungan dari berbagai pihak untuk mengampanyekan pemberian ASI eksklusif, agar semakin banyak anak yang mendapatkan haknya.

ingin tahu opini kunci yang lainnya bisa download disini atau Download disini apalagi bisa atau di Disini juga bisa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar